Tangerang, Harianexpose.com –
Istri dan anak dari Alm. Herawan
Bin Halimi, sebelum meninggal dunia masih berstatus sebagai karyawan di PT. Multi Artha Jaya yang beralamat di Jl. Husen Sastranegara Kompleks Pergudangan Nusa Indah Blok A 81. Jurumudi, Kabupaten Tangerang, Banten.
Kuasa Hukum Istri Alm. Ahmad, Iwan Dahlani, kepada Harianexpose.com, Jum’at (18/9), mengatakan, yang akrab di sapa Iwan Ketua Lembaga Bantuan Hukum Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan KeadilanNasional, ( LBH-LP-KPK-N )
setelah pihaknya bersama klien mendatangi pihak perusahaan ternyata hanya diminta surat kuning oleh Mandor PT. Multi Artha Jaya, Tumini. Beberapa jam kemudian, surat kuning dikembalikan lagi kepada kami. Celakanya, kami hanya dapat surat keterangan kerja bukan uang pesangon.
Menurut Iwan, ketika pihaknya akan mengkonfirmasi manajemen perusahaan melalui Security-nya, selalu memberikan Jawaban bahwa pihak perusahaan menolak dan tidak mau menemui. Alasannya lantaran Covid-19,
“NamNamun, lantaran saya selaku Kuasa Ahli Waris almarhum, maka menjelaskan perihal kedatangan kami berkaitan dengan almarhum. Akhirnya, pihak perusahaan PT. Multi Artha Jaya mau menerima kami bertemu dengan Mandor, Tumini,
Iwan menmabahkan, kedatangan pihaknya ke perusahaan itu untuk menanyakan hak dan kewajiban perusahaan. Supaya memberikan pesangon kepada ahli waris anak, istri dari alm. Herawan Bin Halimi yang telah meninggal dunia pada tanggal 4 September 2020 di Rumah Sakit Umum Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, lantaran menderita sakit paru-paru dan lambung. Saat itu, alm. Herawan maaih berstatus karyawan PT. Multi Artha Jaya.
Akan tetapi, sambung dia lagi, pihak perusahaan tempat alm. Herawan bekerja belum memberikan kompensasi dalam Bentuk apa pun kepada keluarga almarhum, Padahal sudah jelas diatur dalam Undang -Undang Ketenagakerjaan.
Iwan menjelaskan, menurut Pasal 61 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan, apabila pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja berakhir, Jika hubungan kerja itu berakhir karena pekerja, buruh meninggal dunia, maka berdasarkan Pasal 166 UU Ketenagakerjaan, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4)
Undang-Undang tidak membedakan antara “meninggal secara wajar”, “meninggal karena penyakit.
Penjelasan resmi pasal tersebut diatas menyebutkan, cukup jelas, maka dapat kita tarik konklusi, secara argumen oleh undang-undang telah menyebutkan. Sebab, kematian sang pekerja segala sebab kematian tersebut, maka perusahaan tersebut harus tunduk pada kaidah Pasal 166 UU Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah, tunjangan kematian adalah salah satu komponen upah yang diterima pekerja dalam bentuk tunjangan tetap. Adapun tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok,” terang Iwan. (man/cpr).