Oleh : Hairuzaman
(Editor In Chief Harianexpose.com)
Dalam dunia Jurnalisme, sesungguhnya banyak sekali ragam rubrik dan tulisan yang patut kita ketahui. Terutama bagi seorang Pekerja Pers atau Jurnalis. Tulisan dalam bentuk wawancara imaginer misalnya, tentu akan menjadi suatu pilihan yang menarik. Apalagi saat ini jarang sekali ditemui penulis maupun kalangan jurnalis yang menulis rubrik tersebut.
Pada ghalibnya, wawancara imaginer sama hal dengan rubrik Opini/Artikel/Pumpunan. Bedanya, seorang Penulis wawancara imaginer seolah-olah ia tengah mewawancarai salah seorang nara sumber maupun tokoh tertentu yang dijadikan sebagai sumber sebuah tulisan.
Uniknya, tulisan dalam wawancara imaginer tersebut, sang Penulis bisa menumpahkan seluruh unek-uneknya maupun imajinasi yang ada dalam pikirannya. Sampai disini, seorang Penulis wawancara imaginer bisa berfungsi ganda, yakni sebagai Penulis yang juga merangkap pula sebagai (seolah) nara sumber/tokoh tertentu.
Belakangan ini rubrik Opini/Artikel yang dikemas dalam sebuah wawancara imaginer dengan nara sumber’tokoh tertentu, sudah jarang sekali ditemui. Bahkan, bisa dibilang nyaris tidak ada. Baik itu pada media massa cetak (koran, tabloid, buletin dan majalah) maupun media online sekalipun.
Padahal, tujuan rubrik Opini/Artikel dengan gaya tulisan yang dikemas dalam sebuah wawancara imaginer, merupakan salah satu alternatif bagi publik pembaca agar tidak merasa bosan dan jenuh terhadap konten maupun isi suatu tulisan produk Jurnalisme. Tulisan wawancara imaginer juga bisa dikemas oleh Penulisnya sedemikian rupa. Sehingga bisa menjadi “magnet” tersendiri bagi para pembaca untuk menikmati tulisan tersebut.
Agar tulisan wawancara imaginer menarik untuk dibaca, maka Penulis bisa memilih suatu topik tertentu yang tengah aktual terjadi di masyarakat. Sehingga publik pembaca secara psikologis memang sangat membutuhkan informasi tersebut. Apalagi tulisan wawancara imaginer tersebut mengandung “human interest”. Sehingga publik pembaca akan larut terhadap isi yang ada dalam tulisan itu.
Sementara itu, bentuk “human interest” yang ditimbulkan dalam tulisan wawancara imaginer yang bisa mempengaruhi pikiran publik pembaca secara psikologis itu bisa beragam. Bisa timbul sikap merasa terharu, sedih, bahkan bisa marah, dan sebagainya. Sebab, hal itu sangat bergantung sekali pada isi tulisan yang dikemas dalam wawancara imaginer tersebut.
Sampai disini, kepiawaian seorang penulis wawancara imaginer dituntut untuk memiliki lautan pengetahuan yang luas. Termasuk pengalaman penulis juga bisa menentukan sukses tidaknya tulisannya mampu mempengaruhi publik pembaca.
Jika tulisan seorang penulis mampu mempengaruhi dan menggugah pikiran publik pembacanya, maka disitulah letak keberhasilan seorang penulis. Sebab, tulisannya ternyata mampu berdampak pada perubahan terhadap sikap dan perilaku (attitude) publik pembacanya.
Selain pilihan topik yang aktual dan menarik, seorang penulis wawancara imaginer juga diharapkan pula mampu memilih tokoh tertentu yang dijadikan sebagai nara sumber tulisannya. Pilihan tokoh yang cukup terkenal, tentu saja akan berpengaruh terhadap warna dalam tulisannya. Sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan masyarakat pembaca.
Wawancara imaginer lazimnya ditulis dalam bentuk tanya jawab. Seolah-olah penulis tengah mewawancarai seorang tokoh tertentu. Bisa kalangan pejabat, selebrity, tokoh agama, tokoh masyarakat maupun tokoh lainnya yang dikenal secara luas oleh masyarakat.
Sesungguhnya wawancara imaginer bisa diaplikasikan oleh penuliis, terutama para pekerja pers atau kalangan Jurnalis. Karena tulisan wawancara imaginer bisa menghindari kejenuhan seorang penulis dengan profesinya.
Wawancara imaginer sebenarnya dapat memperkaya khazanah dalam ilmu jurnalistik. Karena itu, tulisan dalam bentuk wawancara imaginer bisa menjadi suatu pilihan yang ttepat guna menghindari kebosanan publik pembaca dalam menyimak suatu tulisan mengenai topik tertentu.
Di era sekarang ini, tulisan dalam bentuk wawancara imaginer sudah menghilang dari peredaran. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Termasuk diantaranya pengalaman dan lautan ilmu jurnalistik yang masih terbatas yang dimiliki oleh seorang penulis maupun kalangan jurnalis. Wallahu”alam bishowab.
# Penulis ialah seorang Praktisi Pers dan Penulis Buku “Kamus Jurnalistik Kontemporer”.