Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
“The best feature writers react to people, to places and to situations without inserting themselves into their stories, but their personal marks are on their work”
(Penulis karangan khas (Feature) yang terbaik memberikan reaksi kepada orang, tempat maupun keadaan tanpa melibatkan dirinya di dalam tulisan itu, akan tetapi cap pribadinya terdapat di dalam tulisan itu). Rivers dalam bukunya “The Mass Media” (Dalam Djafar H. Assegaff, Ghalia Indonesia : 1983).
Belakangan ini media massa cetak (koran, majalah, tabloid, buletin) dan elektronik, terutama media online, jarang sekali kita jumpai tulisan Feature. Padahal, bekerja di dunia jurnalistik itu tidak terlepas dari segi idealisme yang harus tetap dipertahankan sebagai “ruhnya” para Jurnalis. Artinya, kerja jurnalistik itu mengandung makna bahwa ada sisi kemanusiaan (human interest) yang menjadi salah satu sisi penting para Jurnalis. Sehingga berita yang mengandung Human Interest (kemanusiaan) tidak luput dari kerja jurnalistik.
Apa sih tulisan Feature itu? Sebuah batasan yang agak memadai, diberikan oleh Mc. Kinney dari Denver Post yang menyebutkan bahwa Karangan Khas (Feature) adalah suatu tulisan yang berada diluar tulisan yang bersifat berita langsung, dimana pegangan utama dari 5 W dan 1 H dapat diabaikan. (Djafar H. Assegaff, dalam “Jurnalistik Masa Kini” Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia Indonesia : 1983).
Definisi lain diuraikan oleh Wolseley dan Campbell di dalam bukunya Exploring Journalism, memasukkan karangan khas (Feature) di surat kabar, ke dalam segi hiburan (entertainment). Secara gamblang, ia mengiaskan Karangan Khas (Feature) di surat kabar sebagai “asinan” di dalam sajian makanan, yang tidak memberikan kalori utama, akan tetapi ia menimbulkan selera makan dan penyedap. Ia merupakan bahagian yang cukup penting. Sehingga surat kabar tadi memenuhi pada fungsi ketiga yang tidak dapat diabaikan, yakni hiburan (entertainment), disamping fungsi memberi informasi dan pendidikan. (Dja’far H. Assegaff, dalam “Jurnalistik Masa Kini” Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia Indonesia : 1983).
Dari batasan yang diuraikan di atas, dapat kita tarik suatu konklusi antara lain :
1. Karangan Khas (Feature) tidak tunduk kepada teknik penulisan dan penyajian fakta-fakta seperti disyaratkan berita.
2. Karangan Khas (Feature) merupakan tulisan dalam surat kabar yang sifatnya enteng dan memberi hiburan.
Bagi kalangan jurnalis, kiranya perlu sekali menulis dan mengembangkan keahlian tulisan dalam bentuk Feature. Hal ini bertujuan agar para jurnalis mampu mengembangkan keahliannya dalam menulis suatu berita yang memang sangat dibutuhkan oleh publik pembaca. Selain itu, juga akan menambah lautan keilmuan dalam kancah dunia jurnalistik.
Wolseley di dalam bukunya yang disebutkan tadi menyebutkan ada enam jenis Feature, yakni :
1. Feature yang bersifat insani (human interest feature).
2. Feature yang bersifat sejarah
3. Feature biografi/tokoh. 4. Feature perjalanan/travelog.
5. Feature yang bersifat mengajar keahlian “how to do it”.
6. Feature yang bersifat ilmiah.
Sejatinya tulisan Feature itu tidak semata-mata sebuah hiburan saja, melainkan juga bersifat memberikan informasi kepada publik pembaca. Bedanya antara Feature dengan Berita, adalah ketergantungannya dengan waktu. Jika kita bandingkan dengan Berita, Feature relatif tidak akan pernah basi. Sebab, suatu berita tidak akan menarik lagi karena sudah “basi”. Sementara itu, untuk Feature dapat dinikmati oleh publik pembaca kapan saja dan tidak mengenal batasan waktu.
Dalam menulis sebuah Feature, kita terbebas dari pegangan rumus penulisan 5 W dan 1 H. Teknik menulis Feature bisa lepas tidak seperti menulis suatu Berita. Dimana lazimnya dalam menulis suatu Berita itu kita menggunakan Statistik Piramida Terbalik. Dimana bagian utama suatu Berita terdapat dalam Teras Berita (intro atau lead).
Sebagai seorang Jurnalis, agar tulisan Feature-nya menarik untuk dibaca oleh publik, maka perlu suatu kejelian dalam memilih topik tertentu. Sampai disini, seorang Jurnalis itu perlu memiliki wawasan dan lautan keilmuan yang luas tentang berbagai segi kehidupan. Karena itu, sejatinya seorang wartawan harus memiliki indra ke enam. Sehingga tulisan Feature-nya bisa menarik dan digandrungi oleh publik pembaca.
Menurut Djafar H. Assegaff (Dalam buku “Jurnalistik Masa Kini” Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia Indonesia : 1983), menyebutkan, yang paling baik dalam dalam penulisan karangan khas (feature)
adalah gaya menulis seperti terdapat dalam penulisan “Cerpen” yang bagus. Beda yang utama yang membedakan “cerpen” dengan karangan khas adalah bahwa materi yang disajikan bukanlah suatu fiksi atau khayal, akan tetapi fakta-fakta yang benar dan sesungguhnya. Seorang penulis karangan khas (feature) akan bangga jika ada orang yang menyebutkan bahwa karangan khasnya enak dibaca seperti membaca sebuah cerita pendek.
Banyak sekali tulisan-tulisan Feature yang bisa menarik dan bahkan menggemparkan. Sebab, di dalamnya ada sisi kemanusiaan (human interest feature). Kisah feature seorang nenek yang tua renta berjuang keras dan sendirian agar bisa pergi ke tanah suci Mekkah untuk menjalankan rukun Islam yang kelima. Nenek tersebut, hanya bermata pencaharian sebagai seorang pemulung. Untuk memuluskan niatnya pergi ke Kota Suci Mekkah Al-Mukaromah dan Madinah Al-Munawaroh, terlebih dulu ia harus berjibaku dengan kotoran, bau busuk, mandi keringat dan panasnya sengatan terik matahari.
Sang nenek renta setiap harinya harus menyisihkan uang sebesar Rp.1.000,- Bahkan, sang nenek menitipkan uang tabungannya itu kepada Ketua RT dimana ia tinggal. Tak disangka, setelah menunggu sekian lama, uang ttabungannya pun terkumpul.
Impian sang nenek selama ini untuk bertolak ke tanah suci Mekkah pun akhirnya menjadi sebuah kenyataan. Ia pun tak pernah membayangkan sebelumnya bisa naik pesawat terbang dengan ongkos yang begitu mahal. Padahal, untuk makan setiap hari saja, sang nenek harus berhemat. “Labbaik Allahumma Labbaik.. “.
Masih banyak topik lain yang tak kalah menarik untuk dijadikan tulisan berbentuk feature yang ada di sekitar kita. Di masa pandemi Covid-19, ini misalnya, kita bisa menjadikan tulisan feature yang menarik tentang pasien yang divonis menderita penyakit Corona. Bagaimana pula tentang kehidupan keluarga yang ditinggalkan. Semua hal yang menyangkut humant interest harus kita tulis agar menarik dan publik pembaca merasa tergugah hatinya setelah membaca feature tersebut.
Menarik bukan? Jadi mau kapan lagi kita memulai mencari topik menarik dan menulisnya dalam bentuk feature. Sebab, feature itu ibarat “asinan” dalam suatu menu makanan yang kita sajikan. Sehingga dengan “asinan” itu pula makanan yang kita hidangkan menjadi lebih enak dan lezat untuk disantap.