Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
“Investigative reporting is reporting in depth to present to the public important information that has significant bearing on public welfare – has always been a favorite tool of responsible newsman”
(Laporan investigatif adalah laporan yang bersifat mendalam untuk disajikan kepada publik pembaca informasi penting yang mempunyai makna di dalam kesejahteraan publik), kata Mitchell V. Chamley, dalam bukunya “Reporting” dalam Dja’far H. Assegaff, “Jurnalistik Masa Kini” Pengantar ke Praktek Kewartawanan, Ghalia Indonesia : 1991).
Laporan Investigatif (Investigative Reporting) jika kita tarik suatu konklusi dari definisi yang diungkapkan oleh Mitchell V. Chamley bahwa laporan investigatif (investigative reporting) merupakan sebuah laporan suatu kejadian/peristiwa tertentu yang ditulis secara lebih mendalam oleh Jurnalis.
Investigative dalam bahasa Inggris berasal dari kata “to investigate” yang artinya, menyelidiki atau mengusut. Investigative Reporting juga berarti teknik mencari dan melaporkan sebuah berita dengan cara pengusutan.
Sejarah mencatat bahwa investigative reporting bisa berkembang sekarang ini berawal dari seorang tokoh Jurnalis Amerika, Joseph Pulitzer, yang sempat menerbitkan New York World dan St. Louis Dispatch. Joseph Pulitzer pula yang pertama kali memperkenalkan teknik opmak (make up) dan headline yang maju sekali sekitar peralihan abad ke-19. Joseph Pulitzer menghembuskan napas pada tahun 1911 dan meninggalkan Columbia School of Journalism di New York dan lembaga pemberian hadiah Jurnalistik Pulitzer yang hingga kini menjadi tersohor itu.
Sebenarnya investigative reporting berkembang sejalan dengan apa yang disebut dengan Jurnalistik Jihad (crusading journalism) di Amerika Serikat. Dimana ketika kejahatan merajalela di Amerika Serikat, para wartawan memutuskan untuk memerangi kejahatan tersebut.
Ucapan Josep Pulitzer yang terkenal adalah “Janganlah anda hanya puas menyiarkan suatu berita saja, karena yang harus dikerjakan seorang wartawan adalah menggali lebih dalam fakta-fakta yang masih tersembunyi”. Bagi Joseph Pulitzer, reporting adalah merupakan inti dari suatu karya pengabdian jurnalistik kepada publik.
Pekerjaan investigatif merupakan suatu pekerjaan yang perlu kegigihan dari seorang Jurnalis. Sebab, investigative reporting itu membutuhkan sebuah keberanian untuk memulai pengusutan dan yakin akan fakta kebenarannya.
Dalam menjalankan investigative reporting, seorang wartawan harus ingat bahwa ia bukanlah seorang Polisi. Ia harus ingat bahwa hanya seorang wartawan. Tapi, wartawan mempunyai senjata yang lebih berarti daripada senjata polisi yang berupa pistol.
Jika wartawan akan memulai melakukan investigative reporting, misalnya ingin mengetahui sinyalemen praktik kotor para pekerja medis di rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19, maka anda harus menggali data dan fakta di lapangan lebih akurat serta mendalam. Anda harus mencari nara sumber yang berkompeten untuk membongkar adanya dugaan “kongkalikong” di sebuah rumah sakit.
Baru-baru ini publik digemparkan oleh Kepala Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Nesin, yang tewas secara mengenaskan dengan cara gantung diri. Media massa baik itu harian maupun media online mayoritas hanya memberitakan mengenai peristiwa tewasnya Kades Nesin, hari itu saja. Tapi tak ada wartawan yang mau menggali lebih dalam apa sebenarnya yang tengah dialami Kades Nesin, sehingga ia nekat gantung diri.
Berita yang berkembang saat ini ada dugaan Kades Lebak Wangi tewas gantung diri lantaran ada dugaan ia telah melakukan praktik korupsi. Namun, itu hanyalah sebuah perkiraan atau dugaan semata. Sebab, wartawan tidak mencari fakta-fakta baru yang lain dibalik kematian Kades Nesin. Misalnya, dengan mewawancarai pihak keluarga mulai dari istri, anak, saudara, teman dekatnya dan sumber-sumber lainnya yang dinilai valid.
Kematian Kades Lebak Wangi, Nesin, yang tragis itu sebenarnya sampai saat ini masih menjadi sebuah misteri. Sebab, boleh jadi ia nekat gantung diri lantaran terlilit utang atau mungkin disebabkan adanya masalah rumah tangga. Sehingga Kades Nesin secara psikologis merasa tertekan dan mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.
Teka-teki kematian Kades Nesin sejatinya bisa ditelusuri lebih jauh dan mendalam oleh para pemburu berita dengan menggunakan teknik investigative reporting. Sebab, saat ini publik sesungguhnya ingin mengetahui motif sebenarnya yang melatar belakangi Kades Nesin melakukan bunuh diri dengan cara tragis tersebut.
Sebagai konklusi dari tulisan artikel/opini ini, Penulis berkeyakinan bahwa dengan teknik investigative reporting, wartawan akan mendapatkan kebenaran dari fakta-fakta yang tetjadi dari suatu kejadian/peristiwa tertentu. Akan tetapi, untuk menggali fakta-fakta yang terjadi, perlu kesabaran, waktu dan konsentrasi agar bisa menggali lebih dalam lagi mengenai suatu kejadian/peristiwa tertentu.
# Penulis adalah Tokoh Pers Banten dan Penulis Buku “Kamus Jurnalistik Kontemporer”.