Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
Industri Pers di tanah air belakangan ini berkembang begitu pesat. Dengan adanya teknologi modern, masyarakat tak perlu lagi memerlukan waktu yang lama untuk mengetahui suatu kejadian maupun peristiwa tertentu yang terjadi dan aktual saat ini. Kemajuan teknologi memudahkan masyarakat untuk berselancar di dunia maya melalui jejaring sosial, baik itu melalui akun twitter, facebook, instagram, dan sebagainya.
Celakanya, dengan munculnya media online melalui jejaring sosial itu, berimbas buruk terhadap eksistensi media massa cetak. Baik itu koran, majalah dan tabloid. Pembaca media massa cetak pun saat ini terjun bebas. Bahkan, banyak penerbitan media massa cetak yang mengalami gulung tikar seiring dengan menurun tajamnya jumlah oplah industri Pers.
Mati Suri
Beralihnya teknologi mutakhir ke jejaring sosial internet itu menggusur industri media massa cetak nasional sekarang ini. Bisa dikatakan industri media massa cetak nasional mengalami “mati suri” atau hidup segan, tapi mati pun tak mau. Industri Pers raksasa seperti Kompas Group, Jawa Pos Group, dan yang lainnya ikut terkena dampaknya. Bahkan, beberapa media massa cetak milik Kompas Gramedia Group (KKG) pada Desember 2016, telah ditutup akibat kemajuan teknologi internet tersebut. Sebut saja seperti, Kawanku, Harian Bola, Sinyal, Chip, Chip Foto Video, What Hi Fi, Auto Expert, Car and Turning Guide dan Motor.
Pada 2017, Kompas Gramedia Group (KKG) juga menutup Majalah Remaja yang sangat legendaris yakni HAI. Selain itu, beberapa media massa cetak yang ikut tutup antara lain, Harian Bola, HU Sinar Harapan, Jakarta Globe dan yang lainnya. Sementara itu, pada tahun 2017, Kompas merilis pertumbuhan media berbasis internet mengalami pertumbuhan sekitar 0,5 persen sampai 6 persen. (Harian Kompas, 4 Juli 2017).
Citizen Journalism
Seiring dengan hingar-bingarnya perkembangan media berbasis internet itu, muncul pula istilah Citizen Journalism (Jurnalisme warga). Dimana khalayak atau publik pembaca dapat membuat suatu berita kejadian maupun peristiwa tertentu yang luput dari liputan jurnalis profesional. Hanya saja, karakter dari citizen journalism itu bersifat pewarta atau reporternya adalah pembaca, khalayak ramai atau siapa pun yang mempunyai informasi tertentu. Citizen Journalism (Jurnalisme warga) adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita. Hanya saja jurnalis warga itu tidak bekerja secara terikat di suatu penerbitan pers layaknya jurnalis profesional.
Terkait dengan perkembangan citizen journalism sekarang ini, bagi kalangan jurnalis profesional dimana setiap hari melakukan aktifitas kerja jurnalistik, dituntut harus lebih mempertajam naluri jurnalismenya. Misalnya dengan banyak belajar dan sering mengikuti pendidikan dan pelatihan jurnalistik.
Gemar Membaca
Bagi kalangan jurnalis, kegiatan membaca buku maupun literatur lainnya harus dijadikan sebagai sebuah hobby dan kegemaran. Disamping harus senantiasa mengikuti perkembangan berita-berita yang aktual dan tengah digandrungi oleh masyarakat pembaca. Tentu saja, sebagai kalangan jurnalis tidak mau tertinggal informasi maupun berita-berita terkini.
Dengan gemar membaca, diharapkan lautan ilmu pengetahuan seorang jurnalis akan bertambah luas. Sebab, latar belakang pendidikan masyarakat pembaca itu sangat beragam, termasuk status sosialnya di masyarakat. Hal ini juga untuk menghindari informasi atau berita yang ditulis oleh jurnalisme warga (Citizen journalism) lebih menarik dan aktual ketimbang berita yang ditulis oleh jurnalis profesional.
Cinta Bahasa
Seorang jurnalis profesional juga dituntut untuk mencintai bahasa. Sebab, bahasa Indonesia jurnalistik itu selalu berkembang dan terbarukan. Artinya, bahasa jurnalistik itu tidak boleh monoton dan bisa membosankan publik pembacanya.
Dulu dalam menulis sebuah berita para wartawan biasanya menulis kata “bekas”. Akan tetapi, kata “bekas” akhirnya diganti dengan “mantan”. Misalnya : “Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)” atau “Mantan Menteri Hukum dan HAM, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra” dan sebagainya.
Karena itu, seorang jurnalis profesional harus sering membaca Kamus. Baik itu kamus Bahasa Indonesia (EYD), kamus ilmiah, kamus Bahasa Inggris, dan yang lainnya.
Reportase Investigasi
Untuk mempertajam analisis suatu informasi maupun suatu kejadian atau peristiwa, seorang jurnalis profesional harus sering melakukan reportase investigasi. Hal ini untuk mempertajam naluri jurnalisme. Sebab, reportase investigasi merupakan senjata pamungkas bagi kalangan jurnalis profesional yang tidak dimiliki oleh citizen journalism (jurnalis warga).
Contoh reportase investigasi adalah seperti yang dilakukan oleh salah seorang wartawan senior, Edy Mulyadi, yang melakukan reportase investigasi mengenai kasus penembakan yang dilakukan oleh Polisi terhadap 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di Km.50 Tol Jakarta-Cikampek, belum lama berselang.
Reportase investigasi memang selalu memiliki kelebihan. Sebab, seorang reporter mampu mengungkap fakta dibalik suatu peristiwa tertentu dimana publik sama sekali tidak ada yang mengetahuinya. Selain itu, reportase investigasi juga membutuhkan analisis yang tajam dan mendalam terhadap suatu berita peristiwa. Sehingga fakta-fakta yang tersembunyi akan terungkap.
Penulis ialah seorang Praktisi Pers dan Penulis Buku : “Kamus Jurnalistik Kontemporer”.