Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
Istilah Kadrun (Kadal Gurun) dan Kampret belakangan ini marak digunakan di jejaring sosial oleh para netizen. Kata-kata “Kadrun” dan “Kampret” itu menyeruak pasca Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden 2019 silam.
Sebutan atau ejekan “Kadrun” dan “Kampret” yang tengah trend di jejaring sosial itu merupakan sebuah umpatan atau makian yang dilakukan oleh para netizen di jejaring sosial.
Dilihat secara empirik, akhir-akhir ini kalimat-kalimat umpatan maupun makian, fitnah, termasuk kabar hoax, menyeruak ke permukaan. Tak jarang, akibat kalimat-kalimat yang tak pantas itu dilontarkan membawa pelakunya mendekam di hotel prodeo.
Celakanya lagi, para netizen ketika memposting sebuah konten tertentu di jejaring soaial itu tanpa terlebih dahulu memfltternya. Padahal justru hal itu akan berdampak buruk terhadap pihak yang mempostingnya manakala masalah itu termasuk dalam kategori pencemaran nama baik, bohong, fitnah dan sebagainya yang bersifat merugikan kredibilitas pihak lain.
Jika ditinjau secara Sosiologis, umpatan dan makian kata Kadrun dan Kampret dapat menimbulkan kesenjangan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang terkenal dengan kulturnya yang santun. Sebagai bangsa yang besar, dimana masyarakat Indonesia selama ini saling hormat-menghormati dan toleransi antar umat beragama harus tetap kita pertahankan.
Nilai-nilai dan norma agama serta adat-istiadat yang telah mengakar kuat sejak zaman nenek moyang kita dulu, bagaimana pun harus kita pertahankan sebagai sebuah warisan budaya yang luhur. Sebab, selama ini hal itu telah menjadi perekat bagi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara
Pancasila yang menjadi dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejatinya harus menjadi sebuah kultur berprilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, Pancasila selama ini telah teruji sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia.
Sebutan Kadrun dan Kampret juga menjadi sorotan Mantan Panglima TNI Jendral Purn. Gatot Nurmantyo. Menurut Gatot, pihaknya minta agar publik menghentikan saling mengejek dengan sebutan yang merendahkan Kadrun dan Kampret. Sebab, hal itu jelas dinilai kurang santun bagi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai kesantunan.
Jendral Purn. Gatot Nurmantyo juga menghimbau kepada masyarakat secara tidak sadar maupun sadar, sengaja ataupun tidak sengaja, kita anak bangsa ini sudah merendahkan. Bahkan, melecehkan kepada Tuihan Yang Maha Esa dengan mempunyai sebutan masing-masing. “Dengan sebutan Kadrun dan Kampret, itu kan nama-nama binatang”, katanya.
Gatot Nurmantyio juga mengajak publik untuk berpolitik secara santun jangan membuat ejekan yang saling merendahkan tersebut. “Mari kita bernegara secara santun. Hilangkan kata-kata seperti itu. Kembalilah kepada bangsa Indonesia yang berbudaya tinggi memanggil kata-kata Mas, Kakak, Abang, Ucok dan lain sebagainya,”, tuturnya.
Diketahui, ejekan dengan sebutan Kadrun dan Kampret itu sempat marak ketika Pemilu Presiden tahun 2019 silam. Ejekan Kadrun itu dilontarkan oleh simpatisan Pasangan Calon (Paslon) Presiden Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin, kepada pendukung Paslon Presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, dengan julukan Kampret.
Sebutan atau julukan Kadrun dan Kampret itu awalnya dipicu oleh para pendukung Paslon Presiden pada 2019 silam. Sejatinya, dalam tataran kehidupan berpolitik hal itu tidak perlu terjadi. Pasalnya, hal tersebut dinilai akan dapat memicu adanya gesekan antar pendukung dan menimbulkan kesenjangan soaial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Celakanya, justru Pasca Pilpres pada 2019 itu, sampai saat ini ejekan dengan sebutan Kadrun dan Kampret tersebut masih marak terjadi terutama di dunia maya. Sebutan Kadrun dan Kampret seolah menjadi hal yang terbiasa bagi publik.
Sejatinya kalangan elite politik harus memberikan pencerahan kepada publik. Sebab, elit politiklah yang harus mempunyai andil besar dalam memberikan pendidikan politik. Jangan sampai para elit politik justru memberikan contoh yang kontra produktif. Apalagi yang dapat memicu persatuan dan kesatuan bangsa menjadi terpecah belah.