Jakarta, Harianexpose.com –
Sekretaris Jendral (Sekjen) Masyarakat Pemerhati Pangan Indonesia (Mappan), Kapriyani, SP, SH, Selasa (9/3), mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan langkah pemerintah yang ingin mengimpor beras sebanyak 1 juta ton, Hal ini akan menyakitkan bagi kalangan petani lantaran sedang dalam masa panen raya.
Menurut ia, kabar tentang pemerintah yang akan mengimpor beras itu tentu akan mempengaruhi harga beras hasil panen raya petani. “Karena itu, Mappan minta agar pemerintah tidak gegabah dalam menyampaikan informasi terkait impor berass. Selain itu bertolak belakang dan kontra produktif dengan program “food estate” yang kemarin dipamerkan oleh Presiden Jokowi yaitu tentang program petani padi di NTT dan Kalimantan”, katanya.
Kapriyani yang juga menjabat Ketua Bidang Advokasi dan Pendampingan Hukum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (DPP PISPI), ini juga mengungkapkan, Mappan juga minta agar pemerintah untuk menguatkan industri pangan nasioanal,
“Seperti industri hulunya yaitu industri benih, BUMN perbenihan yang biasa menopang ketersediaan benih untuk produksi pangan yang maksimal. Saat inu ibiarkan “mati suri” oleh pemerintah saat ini”, bebernya.
Ditambahkan, hal ini disebabkan lantaran BUMN pangan tidak lagi sebagai penyedia benih bagi program bantuan benih oleh pemerintah. Padahal sejatinya bantuan benih tetap dilaksanakan jangan ditiadakan. Karena ini adalah hal pokok dalam industri pangan nasional.
“Sebagai pondasi untuk membangun kemandirian pangan, tidak hanya Food Estate yang dibutuhkan. Akan tetapi budaya petani untuk menggunakan benih unggulan sangat diperlukan”, ucapnya,
Kapriyani menjelaskan, faktor petani tidak lagi memakai benih bersertifikat. Hal itu disebabkan lantaran saat mereka panen raya, justru harga anjlok akibat impor pangan. Sehingga petani harus berinovasi untuk mengurangi biaya produksi. salah satunya adalah tidak menggunakan benih bersertifikat, untuk mengurangi biaya produksi. Karena itu, Mappan berharap agar pemerintah harus pro kepada petani dalam menciptakan ketahanan pangan nasional.
Laporan : Agus Riadi.
Editor In Chief : Hairuzaman