The King of Lip Service

Oleh : Hairuzaman
(Editor In Chief Harianexpose.com)

KRITIK tajam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM-UI), yang melabeli Presiden Jokowi sebagai “The King of Lip Service” ternyata berbuntut panjang. Pasalnya, hal itu seakan membuka pandora terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi.

Pemanggilan Ketua BEM UI, Leon Alvinda, oleh Rektor UI, sebagai preseden buruk bagi kalangan mahasiswa yang notabene sebagai kalangan intelektual. Sebab, pada ghalibnya kalangan mahasiswa itu harus diberikan ruang kebebasan untuk berekspresi menyampaikan ide-ide dan gagasan yang kritis terhadap Presiden Jokowi. Sejatinya kritik yang diunggah melalui media sosial oleh BEM UI itu harus direspons secara positif. Bukan berupaya untuk menekan dan membatasi ruang gerak kalangan mahasiswa sebagai masyarakat ilmiah.

Sebagai kalangan intelektual dan “agent of change”, sejatinya mahasiswa itu tidak hanya berada di “menara gading”. Akan tetapi, sebagai bentuk pengamalan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, mahasiswa itu diharapkan ikut berperan serta dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat ke arah peradaban yang lebih maju. Sikap itulah yang mencerminkan kalangan mahasiswa sebagai ‘agent of change’ di masyarakat.

Dukungan terhadap sikap kritis BEM UI melalui media sosial yang memberikan julukan terhadap Presiden Jokowi sebagai “The King of Lip Service” itu belakangan semakin meluas. Mulai dari BEM UGM, BEM Unair, HMI dan dari berbagai kalangan intelektual lainnya. Bahkan, kalangan mahasiswa dari Perguruan Tinggi lainnya lebih kritis lagi yang meminta agar Presiden Jokowi mengundurkan diri dari jabatannya secara terhormat lantaran dinilai ucapannya tidak sesuai dengan.kenyataan.

Pikiran kritis dan liar kalangan mahasiswa itu sejatinya tak perlu dibatasi dengan tembok kekuasaan. Justru dengan dibatasinya ruang gerak mahasiswa itu akan berdampak buruk bagi kehidupan demokrasi di Indonesia yang akan mengalami sebuah kemunduran. Presiden Jokowi tak perlu alergi terhadap kritik. Sebab, jika tanpa kritik, maka tidak akan ada perubahan pola kepemimpinan yang dinilai oligarki dari rezim yang tengah berkuasa sekarang ini.

Presiden Jokowi sejatinya harus merespons secara positif sebagai bentuk kontribusi pikiran agar dapat merubah pola kepemimpinannya yang dinilai sering mengumbar janji dan tak sesuai dengan kenyataan. Jangan sampai ada kegamangan yang terlalu berlebihan menyikapi kritik yang dilontarkan oleh kalangan mahasiswa tersebut.

Terhadap kritik pedas mahasiswa UI itu, seharusnya Presiden Jokowi mengapresiasi lantaran dinilai sama sekali tidak bermuatan politis. Akan tetapi, kritik mahasiswa itu merupakan bentuk implementasi dan tanggungjawab sebagai ‘agent of change’ di tengah-tengah masyarakat.

Bagaimana pun kritik kalangan mahasiswa harus terus dipupuk di negara ini. Ruang gerak kebebasan berpikir dan berekspresi merupakan sebuah tuntutan bagi kalangan mahasiswa sebagai bentuk pengamalan dari Tri Dharma. Perguruan Tinggi. Sehingga mahasiswa sebagai kalangan intelektual itu tidak hanya berkutat dengan buku-buku dan diktat serta “terpenjara” dalam tembok “menara gading”.

Www.Harianexpose.com @ 2020 "The News Online Portal Today"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top