Kisah Tragis Peraih Pulitzer Jurnalisme

Oleh : HAIRUZAMAN.
(Editor In Chief Harianexpose.com)

Adalah Kevin Carter, seorang jurnalis Afrika Selatan, yang tewas secara mengenaskan pasca dirinya berhasil menyabet Penghargaan Pulitzer di bidang jurnalisme. Pulitzer merupakan sebuah penghargaan tertinggi untuk karya jurnalisme terbaik di dunia yang digagas oleh Joseph Pulitzer, pertama dianugerahkan pada 4 Juni 1917. Joseph Pulitzer ialah seorang jurnalis dan sekaligus penerbit surat kabar terkemuka Hungaria-Amerika sekitar abad ke-19.

Sementara itu, pemenang penghargaan Pulitzer di bidang karya jurnalisme terbaik dunia itu dipilih oleh sebuah lembaga independen yakni, Columbia University Graduate School of Journalism (Sekolah Jurnalisme Universitas Columbia) yang bermarkas di Amerika Serikat. Penghargaan tertinggi jurnalisme Pulitzer itu dianugerahkan oleh Columbia University Graduate School of Journalism kepada jurnalis dengan karya jurnalisme terbaik di tingkat dunia.

Saat ini penghargaan karya terbaik jurnalisme Pulitzer, diumumkan setiap bulan April oleh lembaga yang kredibel. Pulitzer diberikan dalam kategori yang berhubungan dengan karya jurnalisme, kesenian dan surat-surat. Karya jurnalisme yang diterbitkan, termasuk foto jurnalistik merupakan hasil karya surat kabar maupun organisasi berita harian yang berbasis di Amerika Serikat saja yang berhak menerima penghargaan Pulitzer Prize.

Salah seorang peraih Pulitzer, Kevin Carter, akhirnya meregang nyawa pasca meraih penghargaan tertinggi jurnalisme. Diketahui, Carter menyabet penghargaan Pulitzer pada tahun 1994. Namun, Carter merasa berdosa lantaran karya foto jurnalistiknya menggambarkan sosok balita yang tengah menderita kelaparan dan nyaris dimakan burung bangkai. Publik pun mengecam keras Carter lantaran tak menolong anak balita yang tengah menderita kelaparan di negeri Sudan yang tengah berkecamuk konflik perang saudara berkepanjangan.

Awalnya, Carter tertarik menjadi seorang jurnalis lantaran dipicu oleh konflik perang antar etnis kulit hitam di Afrika Selatan. Carter merasa perlu melakukan dokumentasi terhadap perlakuan yang memuakkan dilakukan antara kelompok etnis kulit hitam yakni, Xhosas dan Zulus. Kedua etnis kulit hitam itu terus bertikai dan melakukan kekerasan yang tak manusiawi yang terjadi di Afrika Selatan.

Selama bertahun-tahun Carter menyaksikan terjadi pembunuhan massal akibat pemukulan, penikaman dan penembakan terhadap warga sipil di sana. Sebuah potret kehidupan yang terbilang sangat biadab dan keji lantaran ban kendaraan yang telah disiram bensin, kemudian dikalungkan di leher korban tak berdosa lalu dinyalakan dengan api. Sungguh tindakan yang sangat biadab dan tak manusiawi.

Menyaksikan kekejaman etnis kulit hitam di Afrika Selatan itu, akhirnya Carter memutuskan untuk menjadi seorang fotografer. Carter pun bersama temannya, Silva, sekitar Maret 1993 bertolak ke Sudan. Sebuah negeri dimana tengah terkena bencana kelaparan secara massal akibat dipicu oleh adanya perang saudara berkepanjangan yang terus berkecamuk. Carter dan Silva pun berhasil mendarat di bagian utara Sudan guna melakukan reportase bencana kelaparan massal di sana. Carter dan Silva saat itu turun dari pesawat PBB yang menurunkan bantuan pangan. Celakanya, pesawat PBB akan segera take off setelah 30 menit berada di Sudan.

Ketika Tim PBB sedang membagi-bagikan makanan, Carter disuguhkan oleh sebuah pemandangan yang tak lazim dan sangat menyayat hati. Carter menyaksikan orang-orang kelaparan yang tengah berebut jatah makanan bantuan dari PBB. Tanpa diduga, ia melihat seorang anak balita wanita yang sedang merasakan penderitaan akibat di dera kelaparan. Tanpa pikir panjang lagi, Carter pun segera memotret anak balita malang tersebut kendati fotonya tidak dipublikasikan.

Saat itu, Carter memotret sang anak balita wanita tersebut dengan jarak sekitar 10 meter dan dibelakangnya banyak orang tengah berebut makanan. Celakanya, beberapa burung bangkai sedang menguntit anak balita malang tersebut. Sehingga foto yang diabadikan Carter itulah yang menjadi ia merasa begitu bersalah dan berdosa. Carter akhirmya memilih untuk bunuh diri. Foto Carter muncul di sebuah Majalah New York Time yang dirilis pada 26 Maret 1993. Berbagai kritik dari publik pun bermunculan yang menilai Carter tidak manusiawi lantaran membiarkan seorang anak balita itu menderita. Justru Carter memotretnya bukan memberikan pertolongan kendati foto tersebut diambil saat suasana sedang ramai orang berebut jatah makanan bantuan dari PBB.

Carter tewas secara mengenaskan pada usia 33 tahun pasca memenangkan penghargaan Pulitzer Prize tahun 1994 untuk foto seorang anak balita dan burung bangkai yang terbilang memilukan tersebut. Carter bunuh diri dua bulan pasca menyabet penghargaan karya jurnalisme bergengsi tersebut. Ia tewas di dalam sebuah truck di tebing sungai Braamfonteinspuit, Johannes Burg, Afrika Selatan. Menurut sumber resmi kepolisian setempat menyebutkan, tubuh Carter dan beberapa surat kepada teman dan keluarganya ditemukan di truck pick up-nya yang diparkir di Johannesburg.

Hasil pemeriksaan Polisi menyebutkan, Carter tewas akibat keracunan karbon monoksida. Disinyalir Carter sebelum meregang nyawa sempat memasukkan selang dari knalpot mobilnya ke dalam mobil itu. Tak ayal, sehingga menyebabkan Carter tewas keracunan. Menurut Joao Silva, yang bersama Carter saat itu, usai memotret anak balita wanita itu, Carter duduk dibawah sebuah pohon dan ia terlihat seperti merasa tertekan.**

Www.Harianexpose.com @ 2020 "The News Online Portal Today"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top