Oleh : HAIRUZAMAN.
(Editor In Chief Harianexpose.com)
Suatu malam saya dapat kiriman berita dari seorang wartawan media online. Setelah saya baca isi beritanya, saya pun tercengang. Bukan lantaran beritanya yang luar biasa. Usai saya baca dan analisis dari mulai judul, lead/plot, tubuh berita dan penutup berita, saya jadi geleng-geleng kepala. Ternyata, judulnya ke barat, tapi isinya lari ke timur. Beritanya ngawur. Judul dan isi sama sekali tidak sinkron. Anehnya, wartawan yang menulisnya merasa percaya diri. Bisa jadi ia mengira berita yang ditulisnya sesuai standar jurnalisme
Mungkin wartawan tadi berpikir menulis berita itu ialah menulis secara bebas dan sesuka hatinya. Sehingga struktur kalimatnya pun kacau balau. Pembaca tak diberikan kesempatan untuk menarik napas dan berhenti sejenak. Tak ada tanda koma. Celakanya lagi, satu kalimat dibuat panjang menjadi satu paragraf. Jangankan memakai rumus 5W + 1 H, Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan (EYD) pun sama sekali tak terlihat. Sehingga membuat pembacanya jadi pusing tujuh keliling. Boleh jadi, wartawan tersebut sama sekali tak tahu kalau membuat sebuah berita itu ada rumus dan kaidah jurnalistik yang harus ditempuh agar tulisannya layak disebut sebuah berita. Padahal syarat membuat judul berita misalnya harus singkat, padat, lugas dan tidak bertele-tele. Sebab, judul berita itu adalah inti sari dari berita.
Membuat judul berita selain singkat, lugas dan tidak bertele-tele, juga harus menghindari kata-kata mubadzir. Ada yang menulis judul berita dengan kata diulang-ulang dan memakai bahasa ilmiah. Tapi ternyata tidak tahu maknanya. Saya sering temukan judul berita dengan kata-kata mubadzir, contohnya “Kandidat Calon”, “Warga Masyarakat” dan sebagainya. Kandidat itu dari bahasa ilmiah yang artinya calon. Jadi kata-kata itu sami mawon. Kata “warga” itu identik dengan “masyarakat”. Contoh kata-kata mubadzir ini yang wajib dihindari oleh wartawan maupun redaktur.
Ada pula penulisan kata dalam judul yang tidak tepat. Ada wartawan yang menulis penggalan dalam judul “Syarat KKN”. Padahal maksudnya “Sarat KKN”. Dalam ilmu jurnalisme satu huruf saja ternyata bisa berbeda makna. Itu baru sekedar menulis judul berita. Belum menulis lead/plot (kepala berita), tubuh berita dan seterusnya. Sebab, jika wartawan salah menulis berita, maka bisa disebut dengan jurnalisme yang menyesatkan. Pasalnya, publik pembaca digiring dengan tulisan berita yang salah dan bisa jadi akan ditiru kata-kata yang salah dan sesat tadi oleh pembacanya. Itu baru sedikit penulisan bahasa ilmiah yang salah. Belum lagi penulisan berbahasa Inggris. Tambah berantakan lagi kandungan beritanya.
Menjadi seorang wartawan yang profesional itu ternyata tidak mudah. Sebab, butuh waktu dan pengalaman yang panjang. Menggeluti dunia jurnalisme itu diperlukan keuletan dan kesabaran. Ia harus selalu merasa dahaga akan ilmu pengetahuan yang begitu luas seperti lautan. Karena fungsi pers itu untuk memberikan informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Hal itu tertuang dalam Pasal 3 ayat (1). Sedangkan dalam Pasal 3 ayat (2) berbunyi Pers juga dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi, seperti yang tersurat dalam Undang-Undang No.40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Untuk menghindari kesalahan dalam menulis sebuah berita, tentu saja seorang wartawan dituntut agar gemar membaca literasi. Baik itu ilmu jurnalistik maupun ilmu pengetahuan yang lainnya. Sebab, seorang wartawan itu harus terus belajar lantaran tuntutan profesi. Selain harus banyak membaca literasi, penting pula harus sering mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) jurnalistik. Sehingga wartawan ketika menulis berita dapat terhindar dari jurnalisme yang menyesatkan publik pembacanya.
Kendati saat ini media online berkembang begitu pesat bagai jamur di musim hujan. Bukan berarti kita dapat berbuat secara bebas dan sesuka hati. Sebab, Pers Nasional itu terikat oleh nilai dan norma yang harus dipatuhi. Dalam menjalankan tugas jurnalistik sehari-hari, wartawan itu telah terikat dan harus tunduk pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sebagai himpunan etika profesi kewartawanan. Karena itu, Pers Nasional adalah Pers yang bebas dan bertanggung jawab. Bukan kebebasan yang tak terbatas dan melanggar etika profesi jurnalisme. **