Sejarah dan Makna Halal Bihalal Saat Hari Raya Idul Fitri

Oleh : Hairuzaman.

(Komisi Infokom MUI Provinsi Banten)

Tak terasa Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1443 Hijriah/2022 Masehi, baru saja berlalu. Namun, bagi umat Islam di Indonesia ada tradisi yang hingga sekarang masih mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat. Tradisi umat Islam itu yakni acara halal bihalal. Tradisi ini berdasarkan pada anjuran Rasulullah agar menjaga silaturahmi saat moment Hari Raya Idul Fitri. Tradisi halal bihalal itu acap kali di kemas dengan acara pertemuan untuk melakukan silaturahmi dan saling maaf-memaafkan sesama umat Islam pasca menjalankan ibadah puasa ramadhan selama satu bulan.

Tradisi halal bihalal bagi umat Islam tersebut apabila ditinjau secara historis, maka pertama kali digagas oleh KH. Wahab Chasbullah pada tahun 1946. Saat itu rakyat Indonesia tengah mengalami masalah disintegrasi bangsa. Presiden Soekarno kemudian memanggil KH. Wahab Chasbullah guna dimintai saran dan pendapat untuk mengatasi situasi politik di tanah air.

KH. Wahab Chasbullah pun memberikan saran kepada Bung Karno agar melaksanakan kegiatan halal bihalal. Tujuan kegiatan hala bihalal adalah untuk membumikan dan menunbuhkan konsep ajaran Ahlussunah wal jama’ah. Melalui kegiatan halal bihalal diharapkan masyarakat Indonesia dapat mempererat tali persaudaraan, kemanusiaan dan kebangsaan.

Sementara itu, dalam ukhuwah Nahdlatul Ulama (NU), hal itu disebut pula dengan islamiyah, basyariyah dan wathaniyah. Biasanya hal tersebut dilakukan pada saat moment bulan Syawal agar saling maaf-memaafkan antara satu dengan yang lainnya. Pada awal kemerdekaan, tradisi halal bihalal ini kemudian terus dipertahankan oleh umat Islam Indonesia hingga sekarang ini.

Kegiatan silaturahmi dan tradisi saling maaf-memaafkan tersebut lalu dilakukan oleh masyarakat Indonesia setiap perayaan Idul Fitri sampai sekarang ini. Bahkan, tradisi ini juga dilakukan di lingkungan keluarga, lingkungan kerja serta kerabat dan teman-teman yang dekat.

Sedangkan makna halal bihalal bisa dilihat pula dari segi hukum. Kata halal digunakan sebagai lawan dari kata haram. Dengan demikian, kata halal bihalal bisa dipahami merupakan kegiatan yang dilakukan agar terbebas dari dosa dan kesalahan. Dari segi hukum, halal bihalal dipahami sebagai salah satu usaha untuk mengubah sikap yang sebelumnya haram atau penuh dosa, diharapkan menjadi halal dan tidak lagi berdosa.

Menurut ahli, istilah halal bihalal mencakup konteks makruh. Dimana sesuatu yang bersifat makruh adalah suatu perbuatan yang tidak dianjurkan oleh agama Islam. Dengan meninggalkan perbuatan itu, maka akan mendapatkan pahala dan ganjaran kebaikan.

Apabila ditinjau dari segi bahasa, maka makna kata halal diambil dari kata halla atau halala. Kata halla maupun halala mempunyai berbagai makna sesuai dengan konteks atau rangkaian kalimatnya.

Akan tetapi, secara umum, kedua kata tersebut memiliki arti menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusut, mencairkan yang membeku dan membebaskan ikatan yang membelenggu.

Beberapa arti halal bihalall tersebut, dapat dipahami bahwa halal bihalal merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menyambung kembali yang sebelumnya terputus. Dengan melaksanakan halal bihalal, masyarakat dapat menyambung silaturahim untuk saling maaf-memaafkan dan terbebas dari kesalahan dan dosa yang dilakukan sebelumnya.

Makna halal bihalal jika ditinjau dari Al-Qur’an, maka dapat dipahami dalam hal ini halal yang thayyib merupakan berbagai hal yang baik lagi menyenangkan. Dengan kata lain, Al-qur’an memerintahkan umat muslim untuk melakukan berbagai aktivitas yang memberikan makna kebaikan dan menyenangkan bagi semua pihak. Hal ini yang menjadi dasar mengapa Al-qu’ran tidak hanya menuntut umat muslim untuk saling memaafkan melainkan juga berbuat baik terhadap sesama. Pasalnya, sikap saling memaafkan dan mengasihi antar manusia tentu dapat memberikan manfaat kebaikan di dunia.

Tradisi pada Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran di Indonesia adalah bertamu ke tetangga sekitar, saling mengunjungi kepada kerabat, teman kerja, serta bermaaf-maafan atas kesalahan di masa lalu yang pernah dilakukan. Dalam Islam, ada adab yang mengatur tata cara bertamu yang benar.

Adapun tujuan bertamu adalah untuk menjalin silaturahmi yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda :

  • “Barang siapa ingin dilapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi,” (H.R. Bukhari).

Demikianlah ulasan singkat mengenai sejarah dan makna tradisi halal bihalal bagi umat Islam saat moment Hari Raya Idul Fitri. Sehingga sampai sekarang tradisi halal bihalal tetsebut masih bertahan hingga sekarang ini. **

Www.Harianexpose.com @ 2020 "The News Online Portal Today"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top