Oleh : Hairuzaman.
(Sekretaris DPD KWRI Banten dan Penulis Buku Kamus Jurnalistik Kontemporer)
Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) merupakan wadah organisasi perusahaan pers dan profesi wartawan. Dikatakan organisasi profesi karena wartawan itu mempunyai keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh wadah organisasi profesi lainnya. Adapun keahlian yang harus dimiliki seorang wartawan adalah kemampuan melakukan wawancara, menulis berita, feature, fotografi, bahasa jurnalistik, essai, opini/artikel/pumpunan, resensi buku dan jenis tulisan lainnya.
Keahlian dalam menulis berita dan berbagai jenis tulisan itu merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh wartawan agar bisa menjadi pengurus maupun anggota organisasi wartawan seperti KWRI. Pasalnya, apabila keahlian khusus tersebut tidak dimiliki, maka seseorang dinilai tidak layak untuk menjadi anggota, apalagi menjabat sebagai Pengurus dalam wadah organisasi KWRI.
Dalam menjalankan tugas jurnalistik sehari-hari misalnya, wartawan mempunyai Undang-Undang No.40 Tahun 1999 Tentang Pers. Wartawan juga harus mematuhi “rambu-rambu” jurnalisme dalam menjalankan tugas reportase yakni Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Itulah yang membedakan antara organisasi KWRI sebagai wadah profesi insan pers dengan organisasi LSM, Organisasi Massa (Ormas), maupun wadah organisasi profesi lainnya. Karena itu, wadah KWRI adalah tergolong organisasi kalangan intelektual. Dimana syarat mutlaknya harus mempunyai keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh organisasi profesi lainnya.
KWRI sebagai wadah organisasi profesi insan pers, tentu saja mempunyai legalitas yang jelas dan mengatur semua pengurus dan anggotanya agar tunduk pada Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) organisasi. Jadi, untuk menjalankan organisasi itu harus mengacu pada aturan yang berlaku sesuai dengan AD/ART yang berlaku. KWRI bukanlah organisasi tukang becak, LSM, maupun Ormas. Bukan pula seperti “terminal bus” yang bisa keluar masuk sesuka hati tanpa aturan. Apalagi menjalankannya secara otoriter lantaran seseorang mempunyai jabatan tertentu maupun sebagai Ketua yang tanpa mengacu pada AD/ART organisasi. Dimana hal itu berlaku serta harus tunduk dan ditaati oleh semua jajaran pengurus dan anggotanya.
KWRI sebagai wadah organisasi kalangan intelektual, tentu saja ada sistem hukum dan aturan yang mengikat serta wajib dipatuhi oleh semua anggotanya. Bukan mengeluarkan anggota atau keluar masuk semaunya tanpa aturan layaknya sebuah terminal bus. Karena itu, harus dipahami bahwa sebagai organisasi kalangan intelektual, KWRI adalah milik semua anggotanya dan KWRI juga bukan layaknya perusahaan yang dengan semaunya memberhentikan anggotanya tanpa alasan yang jelas dan menabrak aturan organisasi yang berlaku. Apalagi dibalik itu ada kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tak pelak, sehingga bersikap otoriter dalam menjalankan wadah organisasi profesi tersebut.
Dalam wadah KWRI, tentu saja semua anggotanya harus patuh dan tunduk pada aturan yang telah disepakati bersama dan tertuang dalam AD/ART organisasi. Sama halnya dengan di rumah, ada aturan nilai dan norma yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota keluarga. Begitu pula di sekolah, ada aturan nilai dan norma yang mengikat dan mengatur secara internal maupun ekstetnal. Semua itu agar tujuan yang hendak dicapai dapat berjalan sesuai dengan harapan dan keinginan bersama.
Menjelang Musyawarah Cabang (Muscab) DPC KWRI dan Musyawarah Daerah (Musda) KWRI Banten yang sejatinya akan digelar pada November 2022, jajaran Pengurus DPD KWRI Banten, telah membentuk Panitia SC/OC yang dibarapkan dapat bekerja sesuai aturan organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya, ada aturan yang jelas dan mengikat. Misalnya bekerja sesuai dengan Tupoksi masing-masing berdasarkan Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Pengurus DPD KWRI Banten. Sehingga tidak ada anggota KWRI yang namanya tidak tercantum dalam SK melakukan intervensi kepada Panttia SC/OC. Sebab, sistem yang dibuat oleh Panitia SC/OC itu berdasarkan hasil kesepakatan dan musyawarah bersama yang bersifat mengikat bagi semua anggotanya. Baik itu secara internal maupun eksternal. Karena itu, Panitia OC harus mampu mengorganisir kegiatan Muscab DPC/DPD KWRI Banten dari awal hingga selesai. Misalnya, dengan membuat Tata Tertib (Tatib) yang mengatur sebagai Peserta, Peninjau, Tamu Undangan dan bagi Calon Ketua. Panitia OC juga harus membuat aturan dan persyaratan yang harus diikuti oleh kandidat Ketua maupun jajaran lainnya. Tentu saja semua persyaratan itu semata-mata dibuat untuk kemajuan organisasi profesi KWRI sebagai wadahnya kalangan intelektual.
Kita pun berharap pada gelaran Muscab DPC dan Musda DPD KWRI Banten tersebut nantinya bisa melahirkan estafet kepemimpinan dengan paradigma baru. Regenerasi dalam tubuh KWRI harus berjalan agar ke depan bisa berkembang, maju dan solid. Semua itu dapat dicapai apabila semua jajaran pengurus dan anggotanya tunduk pada aturan AD/ART yang berlaku dalam wadah KWRI. **