Oleh : Hamdan Suhaemi
(Wakil Ketua PW GP Ansor Banten,
Ketua PW Rijalul Ansor Banten dan
Idaroh Wustho Jatman Banten).
Pendahuluan
Mengenal sosok KH. Thobari Syadzili sudah hampir lima tahun berlalu, baru dua tahun belakangan saya bukan sekedar kenal lagi, tetapi pribadi ini sudah menempatkan KH. Thobari Syadzili sebagai guru sekaligus orang tua. Saya menyapa KH. Thobari Syadzili dengan panggilan Abah Rois, karena keaktifannya sebagai Rois Idaroh Wustho Jatman Provinsi Banten yang kebetulan saya termasuk juga pengurus di dalamnya.
Abah Thobari, satu di antara sekian ulama ahli falak yang dipunyai Indonesia sudah banyak terlibat aktif dalam setiap penentuan tanggal hari raya atau puasa Ramadhan. Kepakarannya dalam ilmu falak telah mengantarkannya sebagai salah satu tim lajnah falakiyah Kementerian Agama Republik Indonesia. Dari tahun ke tahun, KH. Thobari Syadzili tampil membersamai kementrian tersebut setiap sidang itsbat.
Riwayat Kelahiran
KH. Thobari Syadzili lahir tahun 1964 dari ayah KH. Syadzili dan ibu Hj. Sundusiyah di Kali Pasir Tangerang. Beliau ini figur ulama yang paripurna, seluruh bidang ilmu agama Islam secara lengkap telah dikuasai. Terlebih kepakarannya atas ilmu falak yang jarang ulama membidangi ini.
Sejak kecil hingga dewasa semasa di Kali Pasir KH. Thobari memang akrab dengan pendidikan dan pengajian, beliau mengenyam dasar dasar ilmu agama dari ayahnya, bahkan juga mengenyam pendidikan formal seperti di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah hingga sampai di perguruan tinggi.
Pendidikan
Disamping belajar formal, Kiai Thobari juga pernah menimba ilmu di beberapa Pondok Salafiyah yaitu di Pondok Pesantren Bantar Gedang Kecamatan Ciberem Tasikmalaya untuk mendalami Ilmu Shorof, di Pondok Pesantren Riyadul Alfiyah, Sadang Garut Jawa Barat, di Pondok Pesantren Darul Hikam Cibeureum Sukabumi Jawa Barat untuk mendalami ilmu mantik dan balaghoh serta falak, di Pondok Pesantren Darul Ahkam Padarincang Serang Banten untuk mendalami ilmu fiqih khususnya Fathul Mu’in, di Pondok Pesantren Mursidul Falah Kampung Sawah Rengasdengklok Karawang Jawa Barat untuk mendalami ilmu tauhid dan ilmu usul fiqih, dan kemudian di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang selama 5 tahun, hingga saat di Tebuireng Jombang itu beliau kuliah di Universitas Darul Ulum, jurusan Hubungan Internasional.
Setelah kepulangannya dari rihlah ilmiah tersebut, Kiai Thobari Syadzili meneruskan ngaji ke Abuya KH. Dimyathi Amin di Cidahu Cadasari Pandeglang, melalui sanad dari Abuya Sepuh itulah Tarekat Syadziliah diterima oleh KH. Thobari Syadzili.
Kepribadian
Ahmad Munawi, salah seorang murid KH. Thobari telah menceritakan pribadi kiai yang pakar falak ini, bahwa pembawaannya selalu sederhana tidak suka pamer dalam kesehariannya, bahkan ketika ngantor di PBNU pun dari rumah berangkat naik kereta lanjut naik bajai ke PBNU, karena beliau pengurus LD PBNU sebagai Wakil Ketua.
Saya termasuk yang sering menemani hari-harinya sebagai Rois Idaroh Wustho Jatman Provinsi Banten, mengenali sosok beliau ini, adalah kiai yang alim mutafannin, Zuhud, soleh, baik hati, dan dermawan selalu mendengar tiap keluhan dan persoalan umat ketika bertamu di rumahnya di Priuk Kota Tangerang, gaya pakaiannya sangat sederhana, tidak lupa tongkat sering dibawa oleh beliau.
Leluhur KH. Thobari Syadzili
– Sayyid Syarif Abdullah Umdatuddin / Imaduddin menikah dengan Syarifah Mudaim / Rara Santang binti Sri Baduga Maharaja / Raden Pamanah Rasa Prabu Siliwangi ), berputera
– Syaikh Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati menikah dengan Nyai Kawung Anten binti Surasowan Banten) berputra
– Sultan Maulana Hasanudin Banten menikah dengan Ratu Kirana binti Raden Patah Demak), berputra
– Sultan Maulana Yusuf Banten, berputera:
– Sultan Maulana Muhammad Nashrudin Banten, berputera
– Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Qodir Banten, berputera
– Sultan Abul Ma’ali Ahmad Banten, berputera:
– Sultan Abul Fath Abdul Fatah / Sultan Ageung Tirtayasa Banten, berputrera
– Pangeran Aria Ingayudadipura / Pangeran Asadullah / Pangeran Singalaras / Abu Inga, berputera
– Pangeran Kholid, berputera
– Pangeran Ahmad Asadullah (1717-1772 M ), berputera
– Pengeran Syaikh Saifullah (1745-1810 M ), berputera
– Tb KH. Ahmad Syarifuddin (1775-1825 M), berputera
– Tb. KH. Sayyibi / Tb. Shohibi, berputera:
– Abuya KH. Asnawi Kalipasir Tangerang (1855-1915 M wafat di Ma´la Mekkah), berputera
– Hj. Robiah al-‘Adawiyah, berputera:
– KH. M. Syadzili Thabrani, berputera :
– KH. Thobary Syadzili.
Sebagai Rois Idaroh Wustho Jatman Provinsi Banten, beliau juga telah ditunjuk sebagai wakil Mursyid Tarekat Syathariyah oleh sang mursyid di Cirebon. KH. Thobari Syadzili mengambil Tarekat Syathariyah dari:
1. KH Hasanuddin Kriyani Buntet Cirebon dari:
2. KH Izzuddin Buntet Cirebon, dari
3. KH Ahmad Zahid Buntet Cirebon, dari
4. KH. Abbas Buntet Cirebon, dari
5. KH Abdul Jamil Buntet Cirebon, dari
6. KH. Muhammad Sholeh Zamzami, Benda Kerep (Pendiri Pesantren Benda Kerep. Lahir kira-kira tahun 1826 M) Cirebon, dari
7. KH. Muhammad Anwaruddin Kriyani (Ki Buyut Kriyan) Cirebon, dari
8. KH Asy’ari, Kaliwungu Kendal (wafat tahun 1697 M), dari
9. Syaikh Muhammad Sayyid Madani, dari
10. Syeikh Thohir Madani, dari
11. Syaikh Ibrahim, dari
12. Syaikh Thohir, dari
13. Syaikh Mula Ibrahim al-Mu’alla / Syaikh Ibrahim al-Kurani, Irak (wafat 1101 H / 1690 M), dari
14. Syaikh Ahmad al-Qasysyasyi ( wafat 1071 H / 1660 M), dari
15. Syaikh Ahmad asy-Syannawi, dari
16. As-Sayyid Shibgatullah ( wafat 1015 H / 1606 M), dari
17. As-Sayyid Wajihuddin, dari
18. As-Sayyid Muhammad al-Ghauts ( wafat: 5 Ramadhan 959 H atau 960 H. ), dari
19. Syaikh al-Haji Hadhur, dari:
20. Syeikh Hidayatullah Sarmasat, dari:
21. Syaikh Qodhon asy-Syathari, dari:
22. Syaikh Abdullah asy-Syathari ( wafat 890 H / 1485 M), dari
23. Syaikh ‘Arif, dari
24. Syaikh Muhammad ‘Asyik, dari
25. Syaikh Hadaqili, dari
26. Syaikh Abi Hasan Khorqoni, dari
27. Syaikh Abi al-Muzhoffar Turki ath-Thusi, dari
28. Syaikh Abi Yazid al-‘Isyqi, dari
29. Syaikh Muhammad Maghribi, dari
30. Syaikh Abi Yazid al-Basthomi, dari
31. Imam Ja’far ash-Shodiq, dari
32. Imam Baqir, dari
33. Imam Zainal Abidin, dari
34. Imam Husein asy-Syahid, dari
35. Imam Ali bin Abi Tholib, dari
36. Nabi Muhammad SAW, dari
37. Allah azza wa jalla.
Penutup
Kiprah KH. Thobari Syadzili sebagai pakar ilmu falak Indonesia ikut menentukan jalannya proses penentuan kegiatan keagamaan di Indonesia baik dengan pendekatan hisab maupun dengan rukyatul hilal.
Kiprah lainnya adalah dakwahnya ke seluruh Indonesia, terutama untuk membentengi dari paham-paham menyimpang dan keliru dari cara pandang umat. Serta konsisten untuk menguatkan manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Saat ini, ia tercatat sebagai Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten. **