Oleh : HAIRUZAMAN.
(Editor In Chief Harianexpose.com dan Deputy Chief Editor Tabloid VISUAL Jakarta)
Belakangan ini merebak wacana DKI Jakarta bergabung dengan wilayah Provinsi Banten, oleh kalangan Tokoh Ulama, Tokoh Masyarakat dan Elite Politik di Banten. Isu ini santer berawal dari akan pindahnya Ibu Kota negara Indonesia ke Kalimantan. Bahkan, IKN sudah kokoh ditancapkan. Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) pun sudah disahkan, pada 18 Januari 2022 oleh DPR-RI di Jakarta. Semuanya satu suara mendukung adanya pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Wacana Jakarta bergabung dengan Banten, saat ini menggelinding bagai bola panas. Tak ayal, masyarakat pun tentu berharap agar keinginan tersebut bisa terealisasi dan bukan hanya sebuah angan-angan belaka. Pasalnya, sejatinya Jakarta memang harus bergabung dan dilebur menjadi satu dengan Banten. Jakarta yang dulu dikenal dengan sebutan Batavia adalah anak kandung yang hilang. Sebab, sejarah mencatat Jakarta dulu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dengan wilayah Banten.
Sejarah Jayakarta
Pendirian Kota Batavia di sebelah barat pesisir pantai utara Pulau Jawa, tidak tetlepas dari peran seorang tokoh yang bernama Jean Pieterzoon Coen. Kendati sebelumnya Jayakarta (nama sebelum Batavia), dikuasai dan dibangun oleh Pangeran Fatahillah. Akan tetapi, situasi dan kondisi dalam bidang sosial dan ekonomi Jayakarta tidak seperti pada masa pengelolaan J.P. Coen.
Pasca Jayakarta dikuasai oleh VOC, melalui kebijakan ekspedisi militer yang dirancang oleh JP. Coen, keadaan kota Jayakarta perlahan-lahan semakin meningkat dalam bidang sosial maupun ekonomi.
Peningkatan dalam bidang sosial ekonomi dilatarbelakangi oleh kebijakan Coen yang cukup berani saat itu. Salah satunya adalah meningkatkan aktivitas perdagangan di Pelabuhan Sunda Kelapa. Peristiwa pergantian nama dari Jayakarta ke Batavia itu terjadi pada 30 Mei 1619.
Penaklukkan Jayakarta
Pada masa Kesultanan Demak Sultan Trenggono, ia mengutus Fatahilah atau nama lainnya adalah Falatehan untuk merebut Pelabuhan Sunda Kalapa. Sebelum benteng Portugis didirikan, Fatahillah dan kaum muslimin sudah dapat merebut Pelabuhan Sunda Kalapa. Kemudian Sunda Kalapa berganti nama menjadi Jayakarta atau kota kemenangan. Peristiwa itu terjadi pada 22 juni 1527. Sehingga hingga sekarang peringatan lahirnya Kota Jakarta, tetap diperingati pada setiap 22 Juni 1527.
Fatahillah sendiri tidak memimpin Jayakarta secara langsung. Akan tetapi diserahkan ke Tubagus Angke. Kemudian, dari Tubagus Angke Pemerintahan atas Kabupatian Jayakarta atau Jakarta diserahkan kepada puteranya yang bernama Pangeran Jayakarta Wijayakrama.
Pada waktu orang-orang Belanda datang, Jayakarta atau Jakarta masuk dalam wilayah Kerajaan Banten. Jayakarta sudah sejak lama diincar oleh VOC. Karena letaknya yang strategis di Selat Sunda dan tidak begitu jauh dari Selat Malaka. VOC memang sudah memiliki kantor dagang di Banten. Namun, kedudukan Kesultanan Banten pada saat itu masih sangat kuat. Karena itu, VOC menjatuhkan pilihan di Jayakarta atau Jakarta. Sebab, letaknya yang dekat dengan muara Sungai Ciliwung.
VOC berkeinginan untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta atau Jakarta, tetapi izin ini ditolak. Akan tetapi, secara diam-diam Jan Pieterszoon Coen yang merupakan Gubernur Jenderal wilayah kongsi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang berhasil menaklukkan Jayakarta dengan membuat gudang yang kokoh dan kuat yang dapat dijadikan loji atau benteng. Penaklukkan Jayakarta yang terjadi pada 30 Mei 1619 membuatnya berganti nama menjadi Batavia.
Berdirinya Batavia
Setelah VOC berhasil menaklukkan Jayakarta, kota ini oleh Belanda dihancurkan dan namanya diganti menjadi Batavia. Di atas reruntuhan kota itu dibangun sebuah kota dengan pola dan tata letaknya meniru kota di negeri Belanda. Rancangan kota tersebut membentuk sebuah fortalezza berbentuk kotak. Dimana bagian depan dari benteng digali parit.
Sementara itu, dibagian belakangnya terdapat berbagai bangunan dan gudang yang juga dikelilingi oleh parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kokoh. Benteng ini pada mulanya akan difungsikan sebagai kastil dan pusat perdagangan yang kemudian akan merangkap sebagai pusat pemerintahan sebagai tempat para pegawai kompeni. Pembangunan ini merupakan cikal-bakal dari berdirinya kota dengan lambang sebilah pedang dan perisai yang dikenal dengan nama Batavia.
Kota Batavia adalah nama yang diberikan oleh orang Belanda pada koloni dagang yang sekarang tumbuh menjadi Jakarta yang merupakan ibu kota dari Indonesia. Batavia didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan Banten. Sebelum dikuasai Banten, bandar ini dikenal sebagai Sunda Kelapa yang merupakan salah satu titik perdagangan di Kerajaan Sunda. **