Inklusi dan Literasi Keuangan di Indonesia, Peran dan Manfaat Pembiayaan Ultra Mikro

Oleh : AMRA

(Kepala Bidang PPA II, Kanwil DJPb Provinsi Banten)

Rendahnya literasi keuangan yang dapat membuat masyarakat tidak mengakses layanan perbankan dapat menghambat tercapainya inklus keuangan. Masih banyak masyarakat yang belum mengakses layanan perbankan. Dampaknya sebagian masyarakat yang memulai usaha kesulitan akses permodalan. Program Pembiayaan Ultra Mikro merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk membantu akses pemodalan masyarakat sekaligus meningkatkan literasi keuangan untuk mencapai Inklus Keuangan.

Pengertian Inklusi dan Literasi Keuangan

Inklusi keuangan adalah kondisi dimana setiap anggota masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Inklusi keuangan memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, antara lain meningkatkan efisiensi ekonomi, mendukung stabilitas sistem keuangan, mengurangi shadow banking atau irresponsible finance.

Literasi keuangan adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan menggunakan informasi keuangan secara benar dan bijak untuk pengambilan keputusan keuangan yang optimal. Literasi keuangan juga berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku keuangan yang baik. Literasi keuangan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam mengelola pendapatan, pengeluaran, tabungan, investasi, dan perlindungan risiko.

Data Inklusi dan Literasi Keuangan di Indonesia

Menurut data Global Findex tahun 2017, tingkat inklusi keuangan di Indonesia mencapai 48,9% atau 12% lebih tinggi dibanding hasil Global Findex tiga tahun sebelumnya. Pada 2014, baru sekitar 36% penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan akses keuangan bagi masyarakat Indonesia, terutama di wilayah perdesaan dan bagi kelompok perempuan.

Sementara itu, menurut data OJK tahun 2019, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 38,03%, naik dibanding tahun 2016 yang hanya 29,66%. Namun demikian, indeks literasi keuangan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura (59%), Malaysia (52%), Thailand (47%), dan Filipina (48%). Hal ini menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan data OJK tahun 2022, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68%, naik dibandingka dengan tahun 2019 yang hanya 38,03%. Sementara itu, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 85,10%, naik dibandingkan pada tahun 2019 yang hanya 76,19%. Hal ini menunjukkan bahwa gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16% di tahun 2019 menjadi 35,42% di tahun 2022.

Sementara itu, berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks literasi keuangan provinsi Banten sebesar 51,87%, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 41,23%. Sementara itu, indeks inklusi keuangan provinsi Banten sebesar 88,32%, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 80,45%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat provinsi Banten semakin cakap dan bijak dalam mengelola keuangannya serta semakin terhubung dengan produk dan layanan jasa keuangan formal.

Pembiayaan Ultra Mikro sebagai Program Strategis Akses Keuangan

Salah satu program strategis dalam pilar Akses Keuangan adalah pembiayaan ultra mikro (UMi). Pembiayaan UMi adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada pelaku wirausaha ultra mikro, yang berada di lapisan terbawah, dan belum bisa difasilitasi perbankan (tidak bankable). Pembiayaan UMi merupakan program tahap lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian usaha yang menyasar usaha mikro yang berada di lapisan terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Pembiayaan UMi memiliki beberapa karakteristik, yaitu plafon pembiayaan maksimal Rp 10 juta per debitur, jangka waktu pembiayaan maksimal 3 tahun, tidak memerlukan agunan atau jaminan, dan memiliki skema pembayaran angsuran pokok dan bunga atau margin yang fleksibel sesuai dengan pola usaha debitur.

Tujuan dari pembiayaan UMi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya pelaku usaha ultra mikro, melalui peningkatan akses keuangan, produktivitas usaha, dan pendapatan. Selain itu, pembiayaan UMi juga bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, serta mendorong inklusi keuangan.

Keunggulan UMi dibandingkan pembiayaan lain adalah adanya pendamping usaha dari LKBB. Pendamping dapat memberikan bimbingan berusaha dan meningkatkan literasi keuangan debiturnya.

Pembiayaan UMi disalurkan melalui lembaga keuangan bukan bank (LKBB) seperti PT Pegadaian (Persero), PT Permodalan Nasional Madani (Persero), dan berbagai koperasi dan LKBB lainnya. LKBB ini memiliki produk dan keuntungan masing-masing dalam menyalurkan pembiayaan UMi kepada pelaku usaha ultra mikro. Sumber pendanaan berasal dari APBN, LKBB penyalur UMi mendapat penempatan investasi pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah.

Peran DJPb dalam Pengelolaan Dana APBN untuk Pembiayaan UMi
Salah satu lembaga yang berperan dalam pengelolaan dana APBN untuk pembiayaan UMi adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan. DJPb bertugas untuk mengelola keuangan negara secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara. Salah satu fungsi DJPb adalah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan penyaluran pembiayaan UMi oleh lembaga penyalur.

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa dana APBN yang disalurkan untuk pembiayaan UMi digunakan sesuai dengan tujuan, sasaran, dan kriteria yang telah ditetapkan. Monitoring dan evaluasi juga dilakukan untuk mengukur dampak dan manfaat pembiayaan UMi bagi penerima manfaat, serta untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Hasil monitoring dan evaluasi dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan strategi pembiayaan UMi yang lebih efektif dan efisien di masa depan.

Sebagai instansi vertikal DJPb, Kanwil DJPb Banten dan KPPN Serang, Tangerang serta Rangkasbitung melakukan monitoring untuk wilayah Banten. Berdasarkan data sampai dengan 31 Mei 2023 penyaluran UMi sebesar Rp96 miliar kepada 23.544 debitur. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, hal tersebut disebabkan daya tarik UMi yang mulai turun di mata masyarakat karena adanya kenaikan biaya administrasi. Kenaikan biaya administrasi terpaksa dilakukan penyalur UMi karena terdapat banyak gagal bayar pada saat Pandemi Covid-19.

Konklusi

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa inklusi dan literasi keuangan di Indonesia masih memerlukan perhatian dan upaya yang serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, regulator, pelaku usaha jasa keuangan, masyarakat sipil, dan media massa. Pembiayaan UMi merupakan salah satu kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan literasi keuangan masyarakat untuk mencapai inklusi keuangan, khususnya pelaku usaha ultra mikro yang merupakan lapisan terbawah dari sektor usaha mikro. Pembiayaan UMi juga dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan. Peran DJPb dalam pengelolaan dana APBN untuk pembiayaan UMi sangat penting untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. *”

Www.Harianexpose.com @ 2020 "The News Online Portal Today"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top