Oleh : CARKAYA
(Masyarakat Pemerhati Pangan Indonesia – Mappan).
Produksi beras tahun 2020 menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) adalah 31.334.497 ton. Sedangkan kebutuhan beras nasional 2020, menurut data BPS adalah 25 juta beras. Dengan perhitungan jumlah penduduk x konsumsi beras / kapita / tahun = 270 juta x 92,9 Kg / kapita / tahun (Sumber : BPS, 2020).
Surplus beras pada tahun 2020, diprediksi kurang lebih 6 juta ton beras ditambah hasil panen bulan Januari, Februari dan Maret 2021. Artinya, bisa disimpulkan bahwa Indonesia cukup ketersediaan pangan dan tentunya tidak ada alasan subtansi untuk import beras dengam dalih apapun.
Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan mengatakan, bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan.
Dimaknai bahwa selain ketersediaan pangan baik secara kualitas, kuantitas maupun keberlangsungan sumber pangan baik objek sumber pangan yaitu lahan maupun petani sebagai subjek.
Petani Indonesia menikmati rata – rata harga padi GKG Rp.5.516 / Kg (Sumber : BPS, 2020). Sedangkan menurut hasil survei IRRI pada tahun 2016 menyebutkan, petani Indonesia membutuhkan sekitar Rp.4.080,- untuk menghasilkan 1 Kg gabah.
Sementara itu, petani Vietnam hanya membutuhkan Rp.1.680,- Terdapat selisih biaya produksi dengan harga jual petani sekitar Rp.1.400,- dan ada selisih harga mencolok antara gabah di Indonesia dan Vietnam. Hal itu tentunya jika dikonversikan beras ada margin yang sangat menggiurkan bagi para pemburu rente.
Jika Import terjadi tidak menutup kemungkinan beras import asal Vietnam akan membanjiri pasar-pasar Indonesia. Hal ini akan mempengaruhi harga beras lokal dan harga gabah di tingkat petani. Tak ayal lagi, sehingga bisa terjadi petani akan mati dilumbung padi. ***