Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
MERAKIT sebuah berita dengan menulis teks pidato tentu saja berbeda. Sebab, menulis naskah berita itu ada kaidah jurnalisme yang harus ditempuh oleh seorang Jurnalis. Misalnya, membuat judul berita yang merupakan inti sari berita dan judul harus simpel serta maksimal harus 11 kata. Selain itu, merakit berita sebisa mungkin judul harus menarik bagi publik pembaca, akan tetapi tidak bersifat bombastis.
Sementara syarat menulis berita itu harus berdasarkan fakta atau peristiwa dilapangan. Wartawan juga tidak boleh mencampur-adukkan antara fakta dengan opini pribadi. Jadi, berita itu harus murni merupakan data dan fakta yang diperoleh dari nara sumber, bukan rekaan atau rekayasa wartawan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kepentingan wartawan terkait dengan isi berita yang ditulisnya.
Banyak ahli yang memberikan definisi berita. Charles A. Dana dalam buku Djafar H. Assegaff (1991), dengan judul “Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan” mendefinisikan berita. “When a dog bites a man that is not news, but when a man bites a dog that is news” (Apabila seekor anjing menggigit orang itu bukanlah berita, akan tetapi orang menggigit anjing itu baru berita). Menurut Djafar H. Assegaff, batasan (definisi) yang plastis dan terkenal ini, sesungguhnya tidak benar sama sekali, karena jika yang digigit itu seseorang yang terkenal, misalnya bintang film ternama, maka ia tetap merupakan berita besar.
Sementara itu, William S. Maulsby, di dalam bukunya “Getting the News”. Berita adalah sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti yang penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. Berita dalam arti teknis Jurnalistik adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca.
Djafar H. Assegaf (1991), menyebutkan unsur-unsur berita itu antara lain, 1). Berita itu haruslah termasa (baru). 2). Jarak (dekat jauhnya) lingkungan yang terkena oleh berita. 3). Penting (ternama) tidaknya orang yang diberitakan. 4). Keluarbiasaan dari berita itu. 5). Ketegangan yang ditimbulkan oleh berita. 6). Pertentangan (conflict) yang terlihat dalam berita. 7). Seks yang ada dalam pemberitaan. 8). Kemajuan-kemajuan yang diberitakan. 9). Emosi yang ditimbulkan berita itu. 10). Humor yang ada dalam berita.
Seorang wartawan yang sudah profesional tentu saja akan dapat membedakan mana fakta yang tidak mengandung nilai berita dan mana pula fakta yang sama sekali tidak bernilai berita. Artinya, tidak semua fakta itu mengandung nilai berita dan layak untuk disebarluaskan melalui media massa, baik itu media cetak (koran, tabloid dan majalah) media elektronik (televisi dan radio) maupun melalui media online.
Dalam menulis berita harus mengandung rumus atau prinsip 5W+1 H yakni, What (apa), When (kapan), Who (siapa), Where (dimana), Why (mengapa) dan How (bagaimana). Prinsip 5W+1H tersebut merupakan pedoman bagi seorang wartawan dalam penulisan suatu berita.
Tentu saja penulisan berita yang sesuai dengan kaidah jurnalistik itu sangat berbeda dengan menulis teks pidato yang lebih bersifat formal dan kaku. Selain itu teks pidato datanya bukan diperoleh dari suatu fakta kejadian maupun peristiwa serta tidak mengenal pedoman prinsip dalam penulisan suatu berita.*