Oleh : Hamdan Suhaemi
(Pengurus MUI Provinsi Banten)
Kita kadang melihat orang itu pada fisiknya dan pada tampilannya ketika baru bertemu. Kesannya masih asing di mata kita, karena memang belum kenal. Cara menilai seperti itu sudah lumrah dan dialami setiap orang.
Lihat orang dengan muka galak, tapi ternyata halus perangainya, baik dan sangat welas kepada semua orang. Beda juga kita lihat muka bersih, tampan, cantik, enak dipandang tetapi justru perangainya kasar dan keras. Tampilan memang seringkali menipu, maka melihatnya harus utuh sebelum kita menyimpulkan.
Ini pula terjadi saat ditemui salah seorang pengemis di rumah, dengan pakaian compang-camping. Namun, seketika jejaknya sudah tidak terlihat lagi. Sementara kita duga ia seorang Wali yang menyamar. Karena wali-wali Allah ini banyak jumlahnya, tidak ada yang tahu percis ada berapa jumlahnya. Namun, dalam kitab al-Fawaid al-Mukhtarah li Saliki Thariqi al-Akhirah, Syaikh Habib Abdurrahman bin Musthafa al-Idrus berpendapat bahwa jumlah keseluruhan Walinya Allah di setiap zaman itu tidak kurang dari jumlah para nabi, yakni seratus dua puluh empat ribu orang.
Dalam kitab Tuhfatul Ahbab, disebutkan bahwa Rosulullah SAW bersabda.
لا يجتمع أربعون من أمتي إلا وفيهم ولي الله
Artinya : Tidaklah berkumpul empat puluh orang dari umatku kecualai ada di antara mereka wali Allah.
Dari sekian banyak wali Allah itu ada yang namanya Wali Malamatiyah, yaitu istilah kelompok Wali Allah yang hidupnya tidak terlihat oleh kebanyakan orang. Wali yang disembunyikan identitasnya.
Dalam al-Ta’rifat Imam al-Jurjani telah dijelaskan definisi al-Malamatiyah itu adalah :
الملامتية هم الذين لم يظهروا مما في بواطنهم على ظواهرهم وهم يجتهدون في تحقيق كمال الاخلاص.
Artinya: Kelompok orang yang tidak menampilkan sesuatu dari perihal batinnya, mereka bersungguh-sungguh dalam lelaku sejatinya kesempurnaan ikhlas.
Kelompok wali ini dimungkinkan tidak diketahui jumlahnya karena memang mereka menutupinya. Kendati kehidupannya tanazzul (bergaul) bersama kita. Hal yang sulit mengidentifikasinya sementara kehidupannya sama dengan lainnya.
Begitu pula pandangan Imam al-Iroqy dalam kitabnya al-‘Awarif :
قال العراقي في العوارف
الملامتية قوم صالحون يعمرون الباطن و لا يظهرون في الظاهر خيرا وشرا.
Artinya : Wali Malamatiyah itu orang-orang yang saleh, mereka menyibukkan batinnya, dan tidak menampakkan pada lahiriah kebaikan atau keburukan.
Pendapat al-Iroqy dikuatkan oleh penjelasan Imam Ibnu Hajar al-Haetami dalam kitabnya Fatawi al-Haditsiyah :
في تعريف الملامتية و هم قوم طابت نفوسهم. مع الله فلم يودوا أن أحد يطلع على أعمالهم غيره فإذا راى أحد منهم أن أحدا اعتقد فيه خرب اى ارتكب ما يذم به ظاهره من فعل أو قول.
Artinya : Dalam pengertian Wali Malamatiyah dan mereka adalah orang-orang yang jiwanya bahagia bersama Allah. Kemudian mereka tidak mengasihi salah satu yang menampilkan amal-amalnya pada yang lainnya, maka jika salah satu melihat dari mereka ia meyakinkan padanya sebagai kebinasaan atau kerusakan.
Wali Malamatiyah ini jika dipahami dari sekian pendapat para ulama, kita jadi paham bahwa hamba Allah yang soleh yang jumlahnya tak dikenali tersebut, adalah tauladan bagi kita yang awam agar akhlak mereka bisa kita anuti, yakni sikap istiqomah merahasiakan kedekatannya dengan Allah SWT, karenanya kita menganggap mereka ini hamba yang dilimpahi keberkahan. **