Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
Saat ini total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp.5.756,87 Triliun. Sampai akhir September 2020 ini, tercatat rasio utang pemerintah Indonesia tersebut sebesar 36,41% terhadap PDB. Total utang penerintah Indonesia itu terdiri dari pinjaman sebesar Rp. 864,29 Triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp.4.892,57 Triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan, junlah utang Indonesia masih dalam kategori aman. Hanya saja memang, masih memiliki resiko yang tinggi.
“Memang (utang) kita itu menurut pengertian IMF masih relatif aman. Kalau pengertiannya negara-negara luar karena kalau kita lihat ada yang lebih tinggi dari kita. Tetapi memang ada yang kebih rendah dari kita misalnya Fhilipina itu Tahun 2020 ini tercatat sebesar 24,7% PDB. Saya kira kalau aman iya, cuma sekarang pada fase punya resiko yang tinggi,” kata Tauhid.
Resiko tinggi yang dimaksud karena jumlah utang Indonesia dinilai lebih besar dibanding kemampuan untuk membayarnya. Hal itu tercermin dari pendapatan melalui pertumbuhan penerimaan pajak yang disebut tidak berbanding dengan peningkatan jumlah utang.
Ilustrasi badai tsunami utang Indonesia per September 2020 ini memang dinilai cukup mengkhawatirkan kita semua. Pasalnya, seperti yang dikatakan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, karena jumlah utang Indonesia itu dinilai lebih besar ketimbang kemampuan pemerintah Indonesia untuk membayarnya. Akibatnya, akan menjadi beban (berat) bagi pemerintah Indonesia itu sendiri.
Sementara itu, ditengah kondisi perekonomian yang sulit sekarang ini, ditambah lagi masa pandemik Covid-19, pemerintah Indonesia tak mampu untuk menekan belanja. Sehingga utang Indonesia per September 2020 itu hingga mencapai angka Rp.5.756,87 Triliun atau sebesar 36,41% terhadap PDB.
Dalam kondisi perekonomian Indonesia yang sulit sekarang ini, kita pun menjadi gamang melihat jumlah utang pemerintah Indonesia yang jumlahnya kian fantastis. Dilain sisi, dampak pandemik Covid-19 ini, kehidupan perekonomian rakyat Indonesia semakin terpuruk. Termasuk banyaknya jumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lantaran kondisi perusahaan banyak yang mengalami gulung tikar.
Celakanya lagi, kondisi buruk seperti itu, diperparah lagi dengan semakin membanjirnya tenaga kerja asing (China) yang datang secara berbondong-bondong ke Indonesia. Padahal tenaga kerja yang ada di Indonesia sendiri banyak yang menjadi korban PHK akibat pengaruh pandemik Covid-19.
Akan tetapi, faktanya ternyata Pemerintah Indonesia tak bergeming sama sekali kendati serbuan ribuan tenaga kerja asing (China) itu mendapatkan penolakan keras dari rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia pun berdalih yang secara logika tak bisa diterima dengan akal sehat.
Kendati demikian, masih seperti yang dikatakan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, ini berbanding terbalik pertumbuhan pajaknya kian turun, artinya dari penerimaan kita tidak mampu untuk membayar utang sebesar itu. Karena pertumbuhan utangnya kan tahun ini kita lebih banyak utang ketimbang menggenjot pendapatan. “Ini yang menurut saya akan beresiko, bukan berbahaya, tapi resikonya akan semakin tinggi,” imbuhnya.
Utang Indonesia masih dalam kategori aman juga disampaikan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurut ia, bahayanya suatu utang tidak diukur hanya berdasarkan dari jumlahnya, tetapi jika utang tersebut tidak bermanfaat terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Bahaya atau tidaknya utang menurut saya tidak diukur dari jumlahnya. Kalau menurut saya utang Indonesia sejauh ini masih (kategori) aman, ” ucapnya.
Penulis ialah Tokoh Pers Banten dan Penulis Buku “Balada Seorang Miliarder – Dari Melarat Sampai Konglomerat”.