Oleh : Hendri
(Penulis ialah Dosen Universitas Pamulang).
KITA tahu Kartini adalah salah tokoh wanita yang cukup fenomenal di Indonesia. Bahkan, fotonya pun tak jarang kita jumpai, terpampang anggun di dinding-dinding sekolah, kantor, museum maupun rumah.
Perjuangannya pun dicatat dalam sejarah, bahkan kisahnya menjadi dongeng yang inspiratif bagi bangsa. Banyak anak dan yang telah dewasa sekalipun mengidolakan sosok seperti RA Kartini yang cerdas, kritis, tegas, namun dibalik itu ia adalah sosok wanita yang lemah lembut, anggun, cantik dan mempesona.
Hari Kartini merupakan hari peringatan lahirnya beliau. Tokoh yang punya nama panjang Raden Adjeng Kartini Djojo Adhiningrat itu lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Kartini merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A Ngasirah.
Sebagai seorang perempuan hebat yang memperjuangkan emansipasi wanita (kesetaraan gender) Sukarno menobelkan gelar Pahlawan pada RA Kartini dengan menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964 dan menetapkan tanggal kelahiran RA Kartini, 21 April, sebagai Hari Kartini sampai saat ini.
Nobel Pahlawan diberikan untuk mengenang kontribusi Kartini dalam membangun peradaban baru, penggagas pendidikan wanita pertama, membentuk mindset masyarakat cerdas, khususnya bagi kaum hawa nusantara. Kartini berani menerjang kodrat yang telah dibangun kokoh oleh leluhur, dan ia menganggap bahwa tidak sepantasnya wanita dibatasi dalam melakukan hal -hal yang lebih bermanfaat sebagaimana halnya laki-laki.
Salah satu yang dituntut oleh Kartini muda pada saat itu ialah kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan, yakni kebebasan dalam mengenyam pendidikan, perlakuan hukum yang adil, jenjang karir dan lainnya.
Dalam sejarah, Kartini tercatat sebagai wanita cerdas dan kritis. Konon katanya, Kartini selalu membuat ketar-ketir guru di pesantren dengan pertanyaannya, dan sering pula Kartini tidak menemukan kepuasan dalam penjelasan dari pertanyaannya. Karena merasa tidak mampu dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan Kartini, akhirnya Kyai pesantren tersebut mengantarkan pada ulama besar di Demak, agar belajar agama lebih dalam pada ulama termashur tersebut. Hingga akhirnya Kartini pun berhenti dari pesantren.
Dalam mengenang jasa Kartini setiap tahunnya tepatnya tanggal 21 April, biasanya di isi dengan lomba-lomba, seperti parade, puisi, seminar dan berbagai macam aktivitas. Akan tetapi, sudah dua tahun ini rasa gegap-gempita itu redup. Hal itu lantaran masa pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) yang tak kunjung usai dan membatasi kita dari segala aktivitas kerumunan. Kendati begitu, kita tak boleh putus asa, karena sebenarnya esensi dari sebuah perayaan dalam memperingati hari Kartini itu bukan mengenai besar kecilnya perayaan, namun bagaimana kita dalam “meneladani semangat “ untuk bangsa.
Sementara itu, inspirasi
karakter yang dibangun oleh seorang Kartini adalah karakter sosial, budi pekerti yang luhur dan rasa kepedulian sosial yang tinggi pada sesama. Tak ayal, kecerdasan yang dimilikinya pun membuat ia tidak tinggal diam dalam menggugat apa yang merasa menjadi haknya sebagai seorang perempuan. Sebagaiamana yang dikatakan oleh beliau : “Perempuan yang pikirannya telah dicerdaskan, pemandanganya telah diperluas, tak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya”.
Upaya yang dilakukan oleh Kartini tidak semudah dengan apa yang dibayangkan oleh kita saat ini. Sebab, ada banyak hal yang telah dilewati, mulai dari sikap keluarga yang kurang merespons, Hal itu lantaran Kartini terlalu progresif, suka menentang dan berdeda dengan wanita lainnya. Bahkan kerabat, sanak famili, teman-teman ayahnya ikut serta mengklaim bahwa Kartini bukan wanita yang baik. Namun, bukan Kartini jika menyerah bergitu saja. Seiring dengan bergulirnya waktu, eksistesinya membuat orang tuanya merasa kagum atas potensi yang dimiliki oleh Kartini muda dan tidak memperdulikan apa yang dibisikkan oleh orang-orang.
Kita pun bisa menjadi seperti Kartini, menorehkan “tinta emas” dengan membangun peradaban, membantu masyarakat bangun dari keterpurukan. Selain itu, meningkatkan daya respons, kritis, berwawasan dan selalu membuka diri dari informasi baru yang kita tidak tahu sebelumnya. Dengan begitu cakrawala pengetahuan kita semakin berkembang akibatnya kita dapat menyikapi segala masalah dengan bijaksana.
Disisi lain kesadaran membangun kepedulian dan meningkatkan sumber daya manusia adalah salah satu upaya Kartini yang masih harus kita lanjutkan. Kita bisa menjadi generasi Kartini selanjutnya, yakni membangun mental baja dengan tidak mudah menyerah di masa pandemi Covid-19 sekarang ini.
Seperti halnya Kartini yang tidak mengalah pada orang-orang yang tidak pernah sepakat dengan paradigma yang ia bangun sebelumnya. Memupuk tali persaudaraan, emphati dan rasa kepedulian sebagaimana Kartini lakukan dengan tidak pernah lelah memperjuangkan hak-hak wanita yang sampai saat ini masih kita nikmati hasilnya.
Sejujurnya perayaan hari Kartini akan lebih berarti manakala ada sesuatu yang ditorehkan “untuk kemanfaatan umat manusia”, di masa pandemi ini khususnya. Mugkin perayaan itu kita ungkapkan dengan reaktif pada sisi kemanusiaan, dengan meringankan beban saudara-saudara kita yang tengah terhimpit secara ekonominya. Sebab, pandemi Covid-19 saat ini ternyata bukam hanya menyerang pada kesehatan tubuh, tapi juga merusak regulasi perekonomian masyarakat kita.
Semangat Kartini harus bisa kita teladani, kita harus yakin bahwa “setelah gelap, terbitlah terang”. Pandemi Corona bisa kita hadapi bersama dengan semangat gotong-royong, bangun kesadaran sosial, memupuk nilai persaudaraan. Kita yakin bahwa Kartini tidak akan pernah mati dari jiwa bangsa kita, tinggal bagaimana kita membangkitkan semangat itu pada Kartini-Kartini baru kita agar mereka siap berkontribusi untuk bangsa dan negara kita tercinta.