(Bagian 4)
Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
SOSOK Hoesein Djayadiningrat, ialah salah satu cendekiawan yang sangat berpengaruh di Indonesia di bidang akademik terutama ilmu Arkeologi. Hoesein dikenal sangat fokus menggeluti bidang keilmuan Arkeologi dan budaya. Tak heran, apabila Hoesein Djayadiningrat meraih penghargaan gelar doktor dari Universitas Leiden Belanda pada tahun 1913 dalam bidang bahasa dan Kebudayaan Indonesia.
Hoesein Djayadiningrat, mengungkapkan gagasannya melalui Disertasi yang ditulisnya mengenai kebudayaan di Banten. Disertasi Hoesein Djayadiningrat yang berjudul “Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten : Bijdrage ter Kenschetsing van de Javaansche Geschiedschrijving (Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten : Sumbangan untuk Mengenal Karakteristik Historiografi Jawa).
Disertasi berjudul “Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten” yang ditulis oleh Hoesein Djayadiningrat lebih menitik beratkan pada pendekatan kritis terhadap sejarah di wilayah Provinsi Banten di masa itu.
Riwayat Hidup Hoesein Djayadiningrat
Hoesein Djayadiningrat lulus dari sekolah HBS sekitar tahun 1899. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Universitas Kerajaan di Leiden Belanda. Hoesein kuliah di Universitas Kerajaan di Leiden Belanda selama lima tahun (1905-1910). Sejak Mei tahun 1914 sampai dengan April 1915, Hoesein sempat tinggal di Aceh untuk belajar bahasa Aceh guna menyiapkan Kamus Bahasa Aceh. Setelah buku kamus itu selesai ditulis Hoesein, dengan bantuan Teuku Mohammad Nurdin, Abu Bakar Aceh dan Hazeu, dengan judul “Atjeh Nederlandsch Woordenboek” (1934). Sementara itu, pada tahun 1919, ia menjadi Pembina Surat Kabar bulanan Sekar Roekoen yang berbahasa Sunda yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen.
Selain itu, Hoesein pun menerbitkan Pusaka Sunda, sebuah Majalah berbahasa Sunda yang membahas tentang kebudayaan Sunda. Di tahun yang sama, ia lalu mendirikan Java Instituut. Sejak tahun 1922, Hoesein Djayadiningrat tercatat sebagai Redaktur Majalah Djawa yang diterbitkan oleh lembaga tersebut bersama-sama dengan Raden Ngabehi Poerbacaraka.
Kemudian pada tahun 1924, Hoesein Djayadiningrat diangkat sebagai Guru Besar di Rechshoogesschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta). Di Perguruan Tinggi tersebut Hoesein memberikan mata kuliah mengenai Hukum Islam, Bahasa Jawa, Melayu dan Sunda. Pada tahun 1935 sampai dengan 1941, ia kemudian diangkat sebagai Anggota Dewan Hindia. Selama bertahun-tahun Hoesein sempat menjadi konservator naskah (Manuskrip) di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Perkumpulan Masyarakat Pencinta Seni dan Ilmu Pengetahuan). Pada awalnya sebagai anggota Direksi, kemudian dari tahun 1936, Hoesein menjabat sebagai Ketua.
Sekitar tahun 1940, Hoesein Djayadiningrat menjabat sebagai Direktur Pengajaran Agama. Pada zaman Jepang, ia menjadi Kepala Departemen Urusan Agama. Selanjutnya, pada tahun 1948, ia lalu diangkat menjadi Mentri Pengajaran, Kesenian dan Ilmu Pengetahuan pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno. Tahun 1952, Hoesein diangkat sebagai Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI). Pada tahun 1957, ia menjadi Pemimpin Umum Lembaga Bahasa dan Budaya (LBB), sambil merangkap jabatan sebagai Anggota Komisi istilah di lembaga tersebut. (Bersambung) .