Oleh : Hairuzaman.
(Editor In Chief Harianexpose.com)
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten, terhadap empat oknum pegawai Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan satu oknum Kepala Desa di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, pada Jum’at (12/11/2021), malam, membuat citra buruk utamanya bagi BPN di Lebak. Pasalnya, kasus korupsi di BPN saat ini mulai terkuak. Sehingga kasus OTT itu bisa dijadikan sebagai pintu masuk aparat kepolisian untuk mengungkap berbagai kasus lainnya di tubuh BPN sebagai salah satu kantor pelayanan pertanahan.
Selama ini telah banyak pula kasus yang berhasil terungkap terkait dengan maraknya mafia tanah yang gentayangan mencari mangsa. Akibat ulah nakal para mafia tanah itu, tak pelak sehingga sangat merugikan masyarakat yang menjadi korban. Kasus maraknya mafia tanah juga dipicu adanya celah yang bisa mengelabui banyak orang. Sehingga para mafia tanah itu hingga kini masih gentayangan untuk mencari korban.
Dengan terbongkarnya kasus OTT di Kantor BPN Kabupaten Lebak, diharapkan Ditreskrimsus Polda Banten, tidak hanya berhenti sampai disitu. Akan tetapi, diharapkan juga bisa mengungkap kasus korupsi oknum pegawai Kantor BPN kabupaten/kota lainnya yang ada di wilayah Provinsi Banten. Sebab, boleh jadi kasus serupa juga terjadi di Kantor BPN lainnya yang ada di Provinsi Banten. Sebab, terkait dengan masalah pelayanan pertanahan dinilai sangat rawan dan berpotensi adanya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Terkait dengan pelayanan Kantor BPN, masyarakat sering mengeluh mengenai buruknya pelayanan yang diberikan oleh Kantor BPN. Mulai dari lambatnya proses pembuatan sertipikat tanah, biaya administrasi sertipikat yang tinggi dan berbagai pelayanan yang mengecewakan lainnya yang notabene dikeluhkan oleh masyarakat. Celakanya, pelayanan buruk masalah pertanahan di Kantor BPN itu hingga saat ini masih terus terjadi.
Berdasarkan Kepmendagri Nomor 189 Tahun 1981 Tentang Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), ternyata tidak berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Pasalnya, program yang diselenggarakan secara nasional oleh Kantor BPN yang bertujuan untuk mempercepat pemenuhan hak bagi rakyat agar memiliki kepemilikan yang pasti terhadap tanah mereka, ternyata tidak berjalan mulus. Pengurusan sertipikat tanah yang sejatinya gratis itu masih sering kita dengar adanya praktik pungutan liar (Pungli) oleh oknum tertentu. Tak ayal, sehingga hal itu dinilai membuat citra buruk bagi Kantor BPN. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak mau mengurus sertipikat tanahnya melalui program Prona.
Carut marut pelayanan yang diberikan oleh Kantor BPN itu membuat program Prona tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan, program Prona itu justru kerap dijadikan sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan bagi oknum tertentu. Dilain sisi, masyarakat juga sangat membutuhkan pelayanan pengurusan sertipikat tanah yang tak berbiaya tersebut. Celakanya, hingga sekarang pelayanan buruk yang diberikan terhadap masyarakat itu tidak pernah ada perubahan menjadi lebih baik.
Pelayanan masalah pertanahan yang diberikan oleh Kantor BPN selama ini memang dinilai cukup panjang, berbelit-belit dan melelahkan. Bahkan, kerap menguras energi bagi masyarakat yang mengurusnya. Padahal, selama ini masyarakat sangat mendambakan adanya pelayanan yang cepat, murah dan tak menguras energi. Sebab, urusan masalah pertanahan memang sangat kardinal bagi masyarakat.
Sudah saatnya Kantor BPN melakukan reformasi birokrasi yang buruk itu. Apalagi pihak aparat kepolisian Polda Banten saat ini telah melakukan OTT kasus korupsi yang dilakukan oleh empat oknum pegawai BPN Kabupaten Lebak dan seorang oknum Kades. Paling tidak, hal ini harus menjadi pemantik bagi BPN untuk segera melakukan evaluasi internal agar kasus serupa tidak terulang kembali di tubuh BPN.*