Oleh : Sukri. (Redaktur Harianexpose.com)
Pada tahun 2007 hingga menjelang akhir tahun 2010 silam, program pemerintah pusat mengenai konversi minyak tanah yang beralih ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg bersubsidi dimana ditargetkan oleh pemerintah diperuntukkan bagi 40 juta Kepala Keluarga (KK) miskin yang tersebar di seluruh Indonesia.
Saat itu, pemerintah membagikan sejumlah paket perdana gratis mulai dari tabung gas, kompor hingga aksesoris lainnya. Pada ghalibnya, masyarakat miskin di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, terutama di pelosok pedesaan, saat itu masih merasa asing dan takut untuk menggunakan gas LPG. Masyarakat merasa gamang, khawatir akan terjadi sesuatu terutama bagi keselamatan jiwanya
Ketika itu, pangkalan yang ditetapkan sebagai penyalur tabung gas LPG ke masyarakat dan warung eceran dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), masih bisa dinikmati lantaran gas LPG yang di subsidi oleh pemerintah di patuhi pihak pangkalan.
Namun seiring berjalannya waktu, konsumsi tabung gas LPG bagi masyarakat miskin belakangan ini ternyata menjadi sebuah kebutuhan pokok. Bahkan, lambat laun oknum pelaku usaha pangkalan mulai melakukan praktik curang. Pasalnya, sedikit demi sedikit HET yang sudah ditetapkan sesuai SK Bupati Pandeglang No.542/Kep.798-Huk/2014. tidak di indahkan, Tak ayal, sehingga harga tabung gas LPG pun di pangkalan dan warung eceran menjadi carut marut lantaran melebihi HET.
Para oknum pelaku usaha pangkalan, yang merugikan masyarakat miskin dan menodai program konversi minyak tanah ke LPG. Hal itu ternyata membuat harga tabung gas LPG 3 Kg menjadi semakin melambung tinggi. Apalagi di warung-warung eceran. Berdasarkan hasil survei di beberapa pangkalan penyalur tabung gas LPG yang tersebar di wilayah Kabupaten Pandeglang, Banten, menyebutkan, harga penjualan hampir rata-rata di atas HET.
Dengan harga yang cukup bervariatif pada kisaran harga per tabung gas LPG mulai dari Rp.18 ribu hingga Rp 20 ribu. Tak pelak lagi, masyarakat miskin pun spontan berteriak, Apalagi ketika stock tabung gas LPG yang tersedia di pangkalan menjadi semakin langka.
Harga di tingkat pengecer menjadi membumbung tinggi dan tak terkendali di atas harga maksimal. Bahkan mencapai kisaran harga Rp.25 ribu hingga Rp 27 ribu per tabung. Kendati pemerintah Kabupaten Pandeglang tidak mengatur pada tingkat penjualan pengecer, tingkat penjualan harga pengecer seharusnya menyesuaikan harga.
Kita semua pun tahu pengawasan harga di pasaran termasuk tabung gas LPG bersubsidi di tingkat pangkalan merupakan tugas Disperindagpas Kabupaten Pandeglang. Namun, sejauh mana pengawasan yang sudah dilakukan oleh Disperindagpas Kabupaten Pandeglang, itu patut untuk dipertanyakan. Kenapa oknum di tingkat pangkalan tabung gas LPG bersubsidi sampai saat ini masih leluasa memainkan harga di atas HET.
Kritikan tajam melalui media sosial merupakan motivasi yang sangat berharga sebagai kontribusi atas keprihatinan masyarakat. Sehingga pemerintah melalui dinas terkait akan lebih serius dan membuahkan hasil yang maksimal sesuai dengan harapan masyarakat, terutama di wilayah yang dijuluki kota badak bercula satu itu.*