Kota Serang, Harianexpose.com –
Dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Rabu (16/3/2022) Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten, Eko Suharno. Hadir sebagai nara sumber dalam rapat koordinasi bersama Dinas Pertanian Provinsi Banten.
Kegiatan yang dihadiri oleh Biro Perekonomian Provinsi Banten, Dinas Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) se-Provinsi Banten. Tujuannya untuk menetapkan data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), data Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dan data Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dari seluruh kabupaten/kota yang nantinya akan diintegrasikan ke dalam Perubahan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten.
Eko Suharno dalam paparannya menuturkan, tingginya laju alih fungsi lahan sawah menjadi non sawah disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan non pertanian.
“Upaya pengendalian alih fungsi lahan sangat penting dilakukan untuk memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah dalam mendukung ketahanan pangan nasional,” jelasnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah diperintahkan dibentuk 2 (dua) tim yakni Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Tim Pelaksana yang diketuai oleh Menteri ATR/Kepala BPN. Oleh karena itu BPN sebagai instansi yang memiliki peta bidang tanah berperan mendukung Penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang (RTR).
Ia menjelaskan, sawah yang dikendalikan dan tidak dapat beralih fungsinya adalah sawah yang masuk dalam peta LSD. LSD di Provinsi Banten telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021,
Kendati demikian, kata Eko, masih terdapat lahan di dalam peta LSD yang tidak sesuai dengan RTRW sehingga perlu dilakukan klarifikasi dan verifikasi data serta dilakukan pengecekan lapangan kembali.
“Suatu lahan dapat dikeluarkan dari Peta LSD, jika kondisi fisiknya hak atas tanah non pertanian atau kawasan industri inisiatif pemerintah yang penerbitannya sebelum penetapan Peta LSD,” tutur Eko.
.
“Kemudian jika terdapat kebijakan nasional yang bersifat strategis atau apabila secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan dapat dikeluarkan dari Peta LSD, itu pun setelah mendapat kajian dari unsur pemerintah, akademisi dan ,” urainya.
Reportase : Ahmadin.
Editor In Chief : Hairuzaman