Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com dan Deputy Chief Editor Tabloid VISUAl Jakarta)
Gunung Anak Krakatau (GAK) kembali “batuk-batuk” pada Kamis (11/5/2023) sekitar 12.41 WIB. Berdasarkan data
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dalam keterangan tertulisnya, menyebutkan, rekaman letusan saat ini melontarkan abu vulkanik setinggi 1.000 meter dari puncak gunung berapi tersebut. Abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tipis condong ke arah barat daya. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 70 mm dan durasi kurang lebih 2 menit 23 detik.
Meletusnya GunungvAnak Krakatau (GAK) itu diharapkan agar masyarakat dan para nelayan untuk tidak mendekati kawasan GAK pada radius 5 kilometer. Pasalnya, saat ini GAK berada pada level III siaga. Dengan rekomendasi masyarakat, nelayan, pendaki gunung, tidak mendekati GAK dengan radius 5 kilometer.
PVMBG melaporkan telah terjadi erupsi GAK yang berlokasi di perairan Selat Sunda, Lampung, dengan tinggi kolom letusan mencapai sekitar 3.000 meter. GAK kembali mengalami erupsi sekitar pukul 09.20 WIB, pada Jum’at (12/5/2023). Letusan GAK itu menyemburkan abu vulkanik setinggi 2.500 meter di atas puncak (± 2657 m di atas permukaan laut).
Abu vulkanik teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal. Semburan abu vulkanik GAK mengarah ke barat daya gunung. GAK sudah mengalami letusan sebanyak 3 kali dalam dua terakhir. GAK mengalami dua kali erupsi pada Kamis (11/5).
Tragedi Gunuung Krakatau 1883
Gunung Krakatau pernah meletus dahsyat pada tahun 1883 yang menelan ribuan korban Jiwa. Gunung Krakatau merupakan salah satu gunung berapi yang terkenal di dunia dan memiliki catatan sejarah erupsi yang cukup panjang.
Gunung Krakatau terletak di Selat Sunda, diantara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera serta terletak di sepanjang lempengan tektonik Indo-Australia dan Eurasia. Salah satu erupsi gunung Krakatau yang paling terkenal dan dahsyat terjadi pada tahun 1883. Dimana erupsi di tahun 1883 itu merupakan yang terbesar hingga berpengaruh ke banyak negara di dunia.
Kedahsyatan letusan Gunung Krakatau kala itu membuat suhu bumi turun hingga beberapa tahun setelah letusan terjadi. Erupsi Gunung Krakatau terjadi pada 27 Agustus 1883. Namun, tanda-tandanya sudah tampak sejak bulan Mei di tahun yang sama.
Sebelumnya Gunung Krakatua sempat “tertidur” pulas selama 200 tahun lamanya. Setelah sekian lama tertidur, Gunung Krakatau mulai menampakkan aktivitas vulkaniknya pada 20 Mei 1883.
Pada saat itu, awan abu mulai tampak hingga ketinggian 11 km di atas pulau. Guncangan terasa hingga ke Batavia (Jakarta) yang berjarak hampir 50 km lebih dari Gunung Krakatau.
Letusannya terdengar hingga ribuan kilometer. Gunung Krakatau mulai meletus pada 26 Agustus 1883. Pada saat meletus, awan abu membumbung tinggi hingga ketinggian 35 km. Erupsi terparah terjadi keesokan harinya, tepatnya pada 27 Agustus 1883. Gunung Krakatau meletus sebanyak 4 kali selama 4.5 jam. Letusan tersebut dimulai pukul 5.30 pagi.
Letusan yang dihasilkan sangat hebat. Bahkan terdengar hingga ke negara lain antara lain, Sri Lanka dan Australia.
Letusan yang terakhir tercatat menjadi letusan yang terhebat yang terjadi pukul 10.02 pagi. Kekuatannya melebihi bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima.
Menyebabkan tsunami besar
Karena letusannya yang besar, guncangan yang terjadi juga sangat dahsyat. Guncangan saat letusan Gunung Krakatau menyebabkan tsunami besar yang menyapu wilayah di sekitarnya.
Ketinggian tsunami pada saat itu mencapai 36 meter lebih. Korban jiwa dari letusan Gunung Krakatau sebanyak 36,417 jiwa dimana 90 persen diantaranya meninggal akibat hantaman tsunami. Memuntahkan debu hingga belasan kubik kilometer
Selain magma, letusan Gunung Krakatai juga mengeluarkan abu. Abu letusan Gunung Krakatau pada saat itu mencapai sekitar 17 kubik kilometer.
Tak hanya di Indonesia, abu Gunung Krakatau tersebar hampir ke seluruh bagian di dunia. Karena begitu banyaknya abu yang dikeluarkan, Matahari sampai tidak terlihat selama 3 hari di sekitar area gunung akibat tertutup abu.
Banyaknya debu yang dimuntahkan saat letusan Gunung Krakatau mampu menutupi atmosfer Bumi. Hal ini menyebabkan suhu bumi turun hingga 1,2 derajat Celcius. Suhu tersebut bertahan hingga 5 tahun setelah letusan terjadi. Setelah letusan yang hebat itu, Gunung Krakatau kembali tenang.
Pada tahun 1927, beberapa nelayan menemukan aktivitas vulkanik di bekas letusan Gunung Krakatau. Dalam waktu beberapa minggu saja, puncak gunung baru terbentuk. Dalam setahun gunung tersebut membentuk sebuah pulau kecil yang kemudian dinamai Pulau Anak Krakatau (GAK). **