Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Editor In Chief : Hairuzaman.

JAKARTA – Harian Expose.com |

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolak draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran 2023 versi 2 Oktober 2023 yang dinilai mengancam kebebasan pers.

Pengurus Nasional AJI, Bayu Wardhana, mengatakan, draft RUU Penyiaran itu memuat pasal yang membolehkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menangani sengketa produk jurnalistik di bidang penyiaran.

Ia mengatakan, ketentuan ini tertuang dalam Pasal 25 Ayat 1 Huruf q, menyatakan KPI boleh menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran.  Selama ini, dalam sengketa produk jurnalistik bidang penyiaran, KPI berkoordinasi dengan Dewan Pers

“Nah, RUU ini akan memotong itu, jadi semua KPI, Dewan Pers tidak dilibatkan. Itu yang terjadi,” kata Bayu dalam media briefing yang digelar secara hybrid, pada Rabu (24/4/2024).

Menurut Bayu, seharusnya penanganan sengketa produk jurnalistik tetap ditangani oleh Dewan Pers. Ia menilai, nantinya bisa terjadi dualisme jika Dewan Pers dan KPI sama-sama mendapatkan aduan terkait sengketa jurnalistik yang sama. Bayu menyebut, RUU Penyiaran itu juga memungkinkan KPI menangani sengketa jurnalistik media online.

Hal ini mungkin terjadi karena penyiarannya masuk ke konten digital di internet.

“Berarti teman-teman yang di (media) online itu juga nanti yang ngurusin KPI. Mungkin Dewan Pers hanya ngurusin media cetak,” tutur Bayu.

Materi lain yang dinilai mengancam kebebasan pers adalah Pasal 50 Ayat 2.

KPI disebut menyusun, menetapkan, menerbitkan, menyosialisasikan Pedoman Perilaku Penyiaran (PPP) kepada lembaga penyiaran, penyelenggara platform digital penyiaran dan masyarakat umum setelah konsultasi ke DPR.

Berdasarkan undang-undang yang saat ini masih berlaku, KPI sebagai lembaga independen menyusun sendiri pedoman itu, tanpa harus konsultasi ke DPR.

“Di (Rancangan) UU ini mengamanatkan kalau mau mengubah atau membuat harus tanya dulu sama DPR. Bayangkan ini ada proses politik yang sebenarnya penyiaran itu jangan dibawa ke politik lah,” tutur Bayu.

Pasal lain yang dinilai membahayakan kebebasan pers adalah larangan penayangan eksklusif produk jurnalistik investigasi. Hal ini tertuang pada Pasal 56 Ayat 2 draft RUU Penyiaran. Bayu mengaku AJI belum memahami betul maksud pasal tersebut. Sebab, pada bagian penjelasan pasal tersebut tidak ada uraian lebih lanjut.

“Kalau ditafsirkan bebas ini artinya di TV, atau di penyiaran, di radio, TV bahkan di platform digital itu tidak boleh jurnalistik investigasi,” tutur Bayu.

“Artinya, teman-teman yang biasa membuat investigasi mungkin akan dipersoalkan di sini,” lanjutnya.

Di luar pasal yang dinilai mengancam kebebasan pers, AJI juga menilai pembahasan RUU Penyiaran dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Pada situs DPR RI tidak ada draft RUU Penyiaran dan tidak dibagikan kepada publik. Pola semacam ini juga terjadi pada masa pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU KPK.

“Draft ini tidak terbuka atau tidak dipublikasikan secara umum, ini yang menjadi keprihatinan kita selama ini bahwa DPR ini sembunyi-sembunyi,” tuturnya

PT. KORAN SINAR PAGI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top