Antara Ulul Albab, Fiqih dan Science

Oleh : Alwiyan Rakjat Biasa.

(Ketua DPD Al-Khairiyah Provinsi Banten))

Manusia Ulul Albab dalam kehidupannya di alam ini, adalah mereka yang senantiasa menggunakan potensi akalnya untuk memahami dua hukum besar yang memiliki fungsinya masing masing, kedua entitas hukum tersebut bersumber kepada Allah Swt yakni hukum hukum syari’at dan hukum hukum sunnatullah. Selain berfikir, Aktifitas Sang ulul albab ialah senantiasa mengembalikan kesimpulan berfikirnya kepada kebesaran Allah sang penyebab utama ( causa prima ) dari semua yang ada sambil seraya berkata :

“Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” Sebagaimana diceritakan oleh Allah Swt dalam firman-Nya :

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِ . الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَا مًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًا  ۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 190)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 191)

Hukum syari’at adalah kumpulan nilai nilai yang berfungsi sebagai pengatur manusia dalam rangka penghambaannya kepada Allah SWT, Karena memang manusia diciptakan hanya sebatas sebagai hamba yang diberi amanah akal dan tugas sebagai khalifah yang mengelola kemaslahatan di muka bumi dalam rangka beribadah hanya kepada Allah secara suka rela. Hukum sunnatullah yang terkadang disebut dengan istilah hukum alam, merupakan tradisi Allah dalam mengelola alam ini. Sunnatullah adalah hukum yang berfungsi sebagai pengatur keterkaitan, sebab akibat, aksi reaksi, keteraturan dan keseimbangan alam semesta.

Karena itu, barang siapa yang mengerahkan segala potensi akalnya untuk merenungi, meneliti dan memahami tanda tanda Sunnatullah, maka ia akan dibimbing dan diberikan pemahaman oleh Allah untuk menemukan rumus atau kaidah yang melahirkan ilmu (Science), dan barang siapa yang merenungi dan memahami tanda tanda Syariah, maka ia akan diberikan pemahaman oleh Allah untuk memahami tentang perintah dan larangan Tuhannya, maka lahirlah ilmu fiqih dan hikmah.

Secara etimologis, fiqh identik dengan al-fahm yang berarti pengetahuan atau pemahaman. Sedangkan secara terminologi, fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperenci.

Selain itu, fiqih dapat dipahami sebagai kumpulan hukum hasil ijtihad para ulama mujtahid (al afkar addiniyah) dalam rangka untuk menemukan suatu dalil di dalam Al-Qur’an dan Hadits yang akan dijadikan sebagai sandaran dalam memutuskan suatu hukum.

Oleh karenanya, terkadang lumrah tak terhindarkan dalam suatu pandangan fiqih terjadi perbedaan pendapat. Kendati perbedaan pendapat di kalangan ummat adalah rahmat. Namun, yang dimaksud perbedaan pendapat merupakan rahmat bagi ummat adalah perbedaan pendapat di antara ulama mujtahid, bukan perbedaan pendapat diantara orang awam dalam soal agama, Sehingga perbedaan pendapat para ulama mujtahid itu dapat dijadikan rujukan berpikir dan beramaliyah bagi ummat, hingga Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam benar-benar terasa kehadirannya.

Berbeda dengan fiqih yang objek dan sekaligus sumber penelitiannya adalah syariat (Alqur’an dan hadits), Science merupakan hasil dari suatu penelitian terhadap hukum-hukum sunnatullah sebagai objeknya secara epistemologis, ontologis dan aksiologis. Science adalah sekumpulan pengetahuan empiris, teoritis, sistematis dan pengetahuan praktis tentang alam, yang dihasilkan oleh para ilmuwan yang menekankan penelitian, penjelasan, dan prediksi dari fenomena di dunia nyata

Tantangan Pemberdayaan Fiqih

Fiqih dan science merupakan dua entitas yang saling terkait. Dimana titik temunya adalah manusia dan kehidupannya. Pendaya-gunaan fiqih dalam kehidupan manusia bertujuan agar kehidupan manusia tetap berkualitas, maslahat, semakin maju dan seimbang dalam mengikuti perkembangan zaman. Fiqih dan science adalah anak kandung pemikiran manusia yang merujuk kepada yang hakikat, yakni syari’at dan sunnatullah. Dua entitas yang berbeda ini dibedakan salah satunya oleh asal usul sumbernya masing-masing, Fiqih bersumber kepada Syariat, namun science bersumber kepada Sunnatullah. Hukum Sunnatullah memang tidak mengenalkan Allah sebagai Tuhan, tapi syari’at kendati secara garis besar menginformasikan science, syariat bertugas mengenalkan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang Maha Pencipta dan yang berhak disembah pemilik pujian dan nama nama agung.

Dalam rangka mengekang ilmu atau science yang bersifat independen, berdiri di atas hukumnya sendiri dan bebas nilai, yang sampai saat ini arus kemajuan science semakin deras dengan banyak ditemukannya ilmu dan teknologi di berbagai bidang. Maka kehadiran dan pendaya-gunaan fiqih di zaman modern ini sangat dibutuhkan sebagai tali kekang science agar dalam rangka pendaya-gunaan science tetap membawa kemaslahatan dan kemanfaatan bagi kemanusiaan serta tetapnya keseimbangan dan kemaslahatannya alam ini.

Misalnya, ilmuwan menemukan teknologi informasi seperti internet yang di dalamnya tersedia berbagai fasilitas seperti, media sosial yang ditengarai kekinian menjadi faktor utama terjadinya disrupsi sosial dimana-mana, Kehidupan sosial tercerabut hingga akarnya dan bermigrasi ke dunia maya. Medsos kemudian menjadi alat canggih yang menghubungkan antar manusia lintas benua dengan segala kepentingannya masing-masing yang tak jarang medsos menjadi tempat mengunduh informasi yang bermanfaat dan tak jarang pula tempat manusia membuang kotoran pemikirannya yang menyesatkan manusia yang lainnya.

Tak terhindarkan medsos kemudian menjadi tempat yang sumpek, sesak dan sarat dengan permusuhan, hujatan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan ajaran agama. Disinilah fiqih perlu diberdayakan menjadi tali kekang kemajuan teknologi agar penggunaan teknologi yang bebas nilai menjadi bernilai manfaat dan maslahat.

Disinilah peran agamawan dan pemerintah untuk senantiasa jeli mengamati perkembangan zaman untuk dapat mengantisipasi sisi buruk dari kemajuan science. Sehingga ummat benar-benar dapat dipastikan terlindungi dari dampak buruk yang ditimbulkan. **

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *