Tak Sesuai RUTR, Pemda Lebak Tolak Perpanjangan HGU PTPN VIII

Reportase : H. Maswi.                                  Editor In Chief : Hairuzaman.              Deputy Chief Editor : Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal.

LEBAK –  Harianexpose.com |

Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, tidak akan menyetujui perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VIII Kebun Cisalak Baru, yang sudah habis masa berlaku HGU-nya pada tahun 2000. Pasalnya, hal itu sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah Kota Rangkasbitung.

“Pemerintah Kabupaten Lebak tidak akan menyetujui perpanjangan HGU PTPN VIII Kebun Cisalak Baru seluas 1.300 hektare lebih, Karena kawasan tersebut sesuai dengan RUTR. Kawasan tersebut bukan lagi sebagai kawasan pertanian dan perkebunan, tetapi menjadi pusat perkantoran pemerintahan, industri, barang/jasa,” tandas Bupati Lebak, Iti Octavia, menjawab pertanyaan awak media di Rangkasbitung, pada Senin (12/6/2023).

Ditegaskan Iti Octavia, masih adanya aktivitas perusahaan PTPN VIII di kawasan tersebut, dinilai sudah melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang RUTR. Selain itu, usaha yang dilakukan sudah kurang mendukung dalam percepatan pengembangan ekonomi masyarakat dan kepedulian dengan lingkungan. Adanya perkebunan sawit di daerah itu menyebabkan aliran sungai dan bendung Cijoro menjadi kering, Karena satu pohon sawit membutuhkan 10 liter air/hari.

Pemkab Lebak, kata Iti Octavia, berulangkali mengusulkan permintaan kebutuhan lahan seluas 59 hektare umtuk pembangunan perkantoran Pemerintah Kabupaten Lebak dan Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), namun tidak tidak ditanggapi. Padahal itu untuk kepentingan masyarakat.

“RSUD Adji Darmo, yang sekarang ada sudah kurang memadai. Ruang rawat inap terbatas dan parkiran sempit, Sehingga banyak pasien dari warga Rangkasbitung yang terpaksa harus di rujuk ke RS di Serang atau Tangerang,” kata Iti.

PTPN VIII sebagai perusahaan BUMN adalah juga bagian dari pemerintah, seharusnya dapat mengkaji dan mendukung kebijakan pemerintah daerah. Rakyat Lebak juga perlu sehat, dan perlu rumah sakit yang memadai.

Sementara  itu, Asisten Daerah I Setda Lebak, Alkadri, mengatakan, HGU PTPN VIII sudah habis masa berlakunya sejak tahun 2002 dan sudah tidak disetujui untuk diperpanjang. Selain itu, HGU areal seluas 1.300 hektare itu, tertulis atas nama HGU. PT. Lingga Sari, bukan atas nama PTPN VIII.

Ketua Perkumpulan Warga Provinsi Banten (PWPB), Enggar Buchori, minta agar DPRD Kabupaten Lebak, segera memanggil Direksi PTPN VIII untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VIII yang masa waktunya sudah habis, namun aktifitasnya masih berjalan dan melaksanakan aktivitas usahanya.

“Kami mendesak DPRD Lebak untuk mengundang PTPN VIII, agar ada kepastian soal lahan yang masa HGU-nya sudah habis dan mematuhi ketentuan tata ruang (RUTR). Di kawasan itu peruntukkannya bukan untuk pertanian maupun perkebunan lagi. Jangan sampai rakyat Lebak merasa dirugikan dengan aktivitas tersebut, Bahkan tidak ada PAD yang masuk ke kas daerah,” tukas Enggar Buchori, kepada awak media, pada Senin (11/6/2023).

Sementara Ketua LSM Maslahat, Ajat Sudrajat, menjelaskan, persolan lahan HGU PTPN VIII harus mendapatkan perhatian dan disikapi secara serius oleh semua pihak. DPRD Lebak, harus mengawasi dan mendorong adanya kejelasan soal status aturan dari lahan tersebut.

“Jika Perda sendiri dilabrak, maka aturan mana yang dipergunakan? Kita semua harus bergerak mengawasi, meminta penjelasan kepada PTPN VIII, agar persoalan ini terang benderang. Jangan sampai masyarakat yang selalu dituntut untuk taat aturan, sementara perusahaan BUMN melabrak aturan,” tegas Sudrajat.

Komoditi yang diusahakan PTPN VIII Kebun Cisalak Baru, adalah Kelapa Sawit. Sebelumnya komoditi Kelapa Hybrida dan berada diantaranya di Desa Sindangulya, Kecamatan Maja, Desa Pasir Tanjung,Kecamatan Rangkasbitung dan Desa Tambak, Kecamatan Cimarga.

Pada awalnya, perusahaan PTPN VIII bernama PTPN XI dan mengusahakan perkebunan di wilayah Kabupaten Lebak di mulai pada tahun 1980/1981, melalui proyek Perkebunan NES V dengan komoditi Kelapa Sawit dan Kelapa Hybrida. Kelapa Sawit dikembangkan di wilayah Lebak Selatan di bawah administratur Kertaraharja, dengan areal seluas 4.000 hektare. PTPN XI ditunjuk sebagai “bapak angkat” untuk membina para petani di Lebak Selatan ikut juga mengembangkan komoditi yang sama (kebun plasma).

Di Kebun Cisalak Baru, semula komoditi yang dikembangkan Kelapa Hybrida. Kemudian, PPTN XI pada tahun 1983 memperluas areal dan membeli lahan dari PT. Lingga Sari, yang sebelumnya di kuasai HGU PT. Co Carco, dengan komoditi tanaman Karet. Namun, saat pembelian dari PT. Lingga Sari, tidak diikuti dengan peralihan nama ke PTPN XI yang kini berubah menjadi PTPN VIII dan berubah kembali menjadi PTPN III. Di HGU yang kini diklaim perusahaan negara tersebut tercatat PT. Liggasari.

PT. KORAN SINAR PAGI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top