Pemimpin Redaksi : Hairuzaman.
LEBAK | Harianexpose.com —
Agus Rusmana, aktivis Lebak Selatan, mengkritik dan mengecam keras kinerja DPRD Kabupaten Lebak. Pasalnya, sudah sebulan warga Desa Sukatani, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait masalah tanah garapan di Blok Tenjolaya yang tengah berseteru dengan PT.Malingping Indah Internasional (PT.MII), namun hingga kini belum ditanggapi.
Situasi ini memuncak pada Kamis (14/11/2024), saat sekitar 15 warga perwakilan petani mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Lebak dengan harapan mengikuti RDP yang dijanjikan. Celakanya, justru kembali dengan perasaan kecewa karena tidak ada agenda rapat yang membahas persoalan tersebut.
“Anggota DPRD Lebak menunjukkan kurangnya kepekaan terhadap aspirasi rakyat. Warga Desa Sukatani sudah datang dengan biaya pribadi untuk menyampaikan masalahnya, tapi kenapa belum ada respons, ada apa dibalik semua ini?” tegas Agus.
Dalam waktu dekat, kami aktivis Aliansi Lebak Selatan (ALS) akan mendatangi DPRD Lebak untuk menanyakan persoalan tersebut dan akan mengawal masyarakat petani Blok Tenjolaya untuk mendapatkan keadilan.
Menanggapi kekecewaan warga Desa Sukatani, Ketua Komisi I DPRD Lebak, Bangbang (Partai Gerindra), menyatakan, pihaknya tidak memiliki niat untuk mengabaikan permohonan RDP. Namun, ia menegaskan, Komisi I belum menerima disposisi dari pimpinan dewan atau surat permohonan secara resmi.
“Permohonan RDP dari warga Desa Sukatani baru kami terima pada Selasa, 19 November 2024 kemarin dari perwakilan warga. Kami langsung koordinasikan dengan pimpinan DPRD dan anggota Komisi I untuk menyusun jadwal RDP. Kami rencanakan pekan depan dengan mengundang semua pihak terkait,” ujar Bangbang, pada Rabu (20/11/2024).
Ia menambahkan, RDP tersebut akan melibatkan Bupati Lebak, ATR/BPN Lebak, Kepala Desa Sukatani, Camat Wanasalam, serta PT. Malingping Indah Internasional (PT MII) untuk mencari solusi terbaik.
Diberitakan sebelumnya, sekitar 15 orang perwakilan petani Desa Sukatani penggarap di Blok Tenjolaya, mendatangi kantor DPRD Lebak pada pukul 09.00 WIB. Mereka menempuh perjalanan sejauh 185 Km (pulang-pergi) ke Rangkasbitung. Namun, hingga pukul 13.00 WIB, tidak ada anggota DPRD Lebak satu pun yang menemui mereka.
Keadaan tersebut semakin memanas ketika mereka tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan dari pihak Sekretariat DPRD Lebak. Warga menanyakan surat permohonan RDP yang dikirim pada 14 Oktober 2024 lalu yang diterima Nina, Staf Setwan. Mereka akhirnya berkumpul di ruang kerja Wakil Ketua III DPRD Lebak, Agil Zulfikar.
Stafnya Wakil Ketua III DPRD Lebak bernama Nunu, menyatakan, pak wakil sedang menghadiri kegiatan di luar kantor. Situasi ini memicu perdebatan antara warga dan staf DPRD. “Kami datang jauh-jauh untuk menyampaikan aspirasi, tapi malah tidak dilayani. Ini benar-benar mengecewakan,” ujar H. Lomri, perwakilan warga Desa Sukatani.
Kekecewaan perwakilan petani, nampak mereda setelah Wakil Ketua Komisi 1, Mustopa (Partai Demokrat) datang dan menerima warga di ruang kerja Komisi 1. Saat itu Mustopa bersama Juned (PKB) tengah memimpin RDP dengan warga Desa Margajaya dan warga Desa Jagabaya.
Permasalahan lahan garapan di Blok Tenjolaya bermula sejak 2023 ketika PT. Malingping Indah Internasional melarang warga untuk menggarap lahan dengan klaim sebagai pemilik tanah bersertifikat HGB (Hak Guna Bangunan). Sementara tanah tersebut digarap sebagai lahan untuk bercocok tanam dan menjadi sumber mata pencaharian warga secara turun temurun sejak tahun 1970-an.
PT.MII yang mengklaim memiliki SHGB sejak tahun 1994 dengan luas areal 119,5 hektar hingga sekarang belum ada kegiatan sesuai dengan peruntukan ijin membangun kawasan wisata dan fasilitasnya. PT.MII melakukan kegiatan pada tahun 2023 atau menjelang habis masa berlaku SHGB dengan membangun 4 unit villa di Tenjolaya. Masa berlaku SHGB PT.MII sudah habis terhitung Januari 2024 lalu