(Bagian 6)
Oleh : HAIRUZAMAN
(Editor In Chief Harianexpose.com)
Keluarga Hoesein Djayadiningrat
KELUARGA Hoesein Djayadiningrat ialah termasuk golongan keluarga Priyayi yang berkedudukan tinggi di Indonesia pada masa kolonial Belanda. Dimana anggotanya sering menjabat sebagai Bupati Serang di wilayah Banten, Hindia Belabda. Terkenal saat itu karena pandangan barat dan juga kesetiaan mereka kepada penguasa Belanda selama masa kolonial. Keluarga ini bagaimana pun juga berjuang di kedua belah pihak dalam revolusi Indonesia pada tahun 1945-1949.
Pangeran Mangkunegara VII dan K.P.A. Hoesein Djayadiningrat dengan istri mereka, Ratu Timur dan Partini (sekitar tahun 1922).
Keluarga ini merupakan keturunan dari suku Baduy dan Banten. Menurut Nina Consuelo Epton, sejarah lisan keluarga ini menceritakan bahwa pada pertengahan abad ketujuh belas, leluhur mereka, putra seorang kepala suku Baduy, mencari perlindungan di istana Kesultanan Banten. Dia kemudian menikahi putri Sultan. Sehingga menjadi pendiri keluarga Djayadiningrat.
Patung peringatan Hoesein Djayadiningrat di Leiden, Belanda.
Pada akhir abad kesembilan belas, keluarga ini mendapatkan manfaat dari perlindungan sarjana dan pendidik Belanda, Snouck Hurgronje. Hurgronje, yang percaya untuk mengintegrasikan elite Indonesia dengan memberikan pendidikan Belanda kepada anak-anak mereka, menjamin penerimaan di Koning Willem III School te Batavia, yang bergengsi bagi kakak beradik Achmad Djayadiningrat (1877-1943) dan Hoesein Djayadiningrat (1886-1966), putra Raden Bagoes Djayawinata, Bupati Serang yang begitu progresif.
Achmad Djayadiningrat, putra sulung dari Raden Bagoes Djayawinata dan Ratu Salehah, kemudian menggantikan ayahnya sebagai Bupati Serang (1901-1924), sebagai Bupati Batavia (1924-1929), dan menjadi anggota Volksraad (Parlemen Kolonial Indonesia) serta Raad van Indië (Dewan Hindia). Hoessein Djayadiningrat, putra yang lebih muda Raden Bagoes Djayawinata dan Ratu Salehah, menyelesaikan gelar Ph.D, di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1913. Ia menjadi sarjana yang terkemuka dalam studi mengenai Sunda, Banten, Melayu dan Islam.
Keluarga ini, seperti mayoritas keluarga Sunda dan Banten asli, awalnya tidak memiliki nama keluarga; Achmad Djajadiningrat yang berpendidikan Belanda memakai nama keluarga ‘Djajadiningrat’ pada sekitar akhir abad kesembilan belas.
Anggota keluarga ini yang terkemuka lainnya termasuk putra Achmad Djajadiningrat, Idrus Nasir Djajadiningrat (1920-1980), dan sepupunya Maria Ulfah Santoso (1911-1988), keduanya merupakan tokoh penting dalam revolusi Indonesia. Taipan media Pia Alisjahbana dan Svida Alisjahbana masing-masing merupakan putri dan cucu perempuan dari Hisnat Djajadiningrat. (Bersambung).