Hak Angket DPR, Pintu Masuk Pemakzulan Presiden

Editor In Chief : Hairuzaman.

Jakarta – Harian Expose.com |

Ganjar Pranowo, calon presiden nomor urut 3, mendorong partai pengusungnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan, untuk menggulirkan hak angket atau penyelidikan terkait dugaan kecurangan Pemilihan Presiden 2024 di DPR. Jika tak siap dengan hak angket, Ganjar menyarankan agar partai pendukungnya di DPR, yaitu PDI-P dan PPP, mendorong digunakannya hak interpelasi atau meminta keterangan pemerintah di DPR.

Lontaran Ganjar itu disambut positif oleh calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan. Anies mendukung usulan tersebut dan yakin parpol pendukungnya (Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa) juga akan memberikan dukungan. Tim hukum Anies-Muhaimin Iskandar pun akan menyuplai data yang dibutuhkan untuk kepentingan tersebut.

Wujud fungsi pengawasan

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan hak interpelasi dan hak angket tersebut?

Hak interpelasi dan hak angket DPR merupakan wujud atau pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap cabang kekuasaan lain atau sesuai prinsip check and balance demi terwujudnya kekuasaan yang berimbang. DPR menggunakan hak tersebut pada dasarnya untuk bertanya dan melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ini sesuai dengan Pasal 20A Ayat (2) UUD 1945.

Pengaturan lebih lanjut mengenai hak-hak DPR tersebut diturunkan dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan Peraturan Tata Tertib DPR. Pasal 79 UU MD3, misalnya, mengatur, hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah terkait kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sementara hak angket adalah hak melaksanakan penyelidikan terhadap suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah.

“Pelaksanaan kedua hak tersebut bisa berujung pada hak menyatakan pendapat, yang dapat menjadi pintu pemakzulan presiden”.

Adapun tata cara pengajuan hak interpelasi ialah harus diusulkan setidaknya oleh 25 anggota DPR dan berasal lebih dari satu fraksi. Apabila usulan tersebut disetujui paripurna DPR, presiden atau pimpinan lembaga terkait (yang diinterpelasi) dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis terhadap materi interpelasi dalam rapat paripurna berikutnya. DPR menyatakan menerima atau menolak penjelasan presiden atau pimpinan lembaga tersebut. Jika diterima, usulan hak interpelasi dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan lagi.

Namun, apabila DPR menolak keterangan presiden atau lembaga terkait, DPR dapat menggunakan hak lainnya, yaitu hak angket/melakukan penyelidikan terhadap kebijakan ataupun pelaksanaan undang-undang dengan menyertakan alasannya. Penggunaan hak angket tersebut juga harus diusulkan oleh setidaknya 25 anggota dari lebih dari satu fraksi.

Usulan tersebut harus mendapat persetujuan dalam Rapat Paripurna DPR yang dihadiri separuh dari jumlah anggota DPR dan diputus oleh lebih dari separuh anggota DPR yang hadir. Apabila usul angket disetujui, DPR membentuk panitia khusus yang diberi nama panitia angket, yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR.

“Usulan tersebut harus mendapat persetujuan dalam Rapat Paripurna DPR yang dihadiri separuh dari jumlah anggota DPR dan diputus oleh lebih dari separuh anggota DPR yang hadir”.

Panitia angket dapat memanggil warga negara Indonesia ataupun orang asing untuk dimintai keterangan. Setiap orang wajib memenuhi panggilan panitia angket. Apabila setelah tiga kali dipanggil tetap tidak hadir, panitia angket berwenang memanggil paksa dengan bantuan aparat kepolisian.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi (kanan), memberikan surat usulan pengajuan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4/2017).

 

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi (kanan), memberikan surat usulan pengajuan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Penggunaan hak angket

Dalam dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo atau sejak 2014, DPR baru sekali menggunakan hak angket, yakni pada 2017. Akan tetapi, hak itu tidak digunakan terhadap kebijakan pemerintah, tetapi terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ini merupakan buntut dari penolakan KPK atas permintaan Komisi III DPR untuk membuka rekaman Miryam S Haryani, anggota DPR yang menjadi tersangka dalam pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

“Dalam perkembangannya, panitia angket juga berupaya menyelidiki temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap KPK dan bocornya dokumen penyidikan ataupun penuntutan”.

Dalam perkembangannya, panitia angket juga berupaya menyelidiki temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap KPK dan bocornya dokumen penyidikan ataupun penuntutan.

Kondisi tersebut berbeda dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari tahun 2004 hingga 2014. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), DPR menggunakan hak angket hingga 16 kali dalam kurun waktu tersebut untuk mempersoalkan sejumlah kebijakan pemerintah yang bersifat strategis, penting, dan berdampak luas.

Sebut saja angket untuk menyelidiki kebijakan Pertamina terkait penjualan dua tanker ukuran sangat besar (very large crude carrier/VLCC) yang diprakarsai anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Agusman Effendy, tahun 2006. Kasus tersebut diduga merugikan negara hingga 20 juta dollar AS.

Sejumlah warga berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (9/2/2010). Mereka antara lain meminta Panitia Khusus Hak Angket Skandal Bank Century DPR yang akan berakhir masa kerjanya dapat mengusut tuntas aliran dana Bank Century.

 

Sejumlah warga berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (9/2/2010). Mereka antara lain meminta Panitia Khusus Hak Angket Skandal Bank Century DPR yang akan berakhir masa kerjanya dapat mengusut tuntas aliran dana Bank Century.

Tahun 2008, DPR juga menyetujui penggunaan hak angket atas kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). DPR ingin menyelidiki ada tidaknya indikasi pelanggaran hukum dalam kebijakan strategis pemerintah yang berdampak luas tersebut. Dalam rapat paripurna yang diadakan pada 24 Juni 2008, sebanyak 233 anggota DPR dari jumlah yang hadir 360 orang mendukung penggunaan angket DPR.

Penggunaan angket ketiga pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilakukan ketika DPR juga ingin menyelidiki penyelenggaraan ibadah haji pada 2008 yang dinilai banyak kalangan kala itu sangat buruk. DPR memutuskan penggunaan hak angket tersebut dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 Februari 2008 dengan suara tidak bulat, tujuh fraksi menerima dan tiga fraksi menolak penggunaan angket.

Pada 2009, DPR kembali menggunakan hak penyelidikan yang dimilikinya itu untuk mengurai kesemrawutan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2009. Saat itu, ada dugaan kejanggalan pada DPT Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Pansus angket ketika itu merekomendasikan pembentukan Dewan Kehormatan KPU.

Pada tahun yang sama, DPR juga menggulirkan hak angket untuk kasus Bank Century.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Kupang Ismael Manoe (tengah) menunjukkan kotak suara di gudang penyimpanan, Selasa (13/2/2024).

Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Kupang Ismael Manoe (tengah) menunjukkan kotak suara di gudang penyimpanan, Selasa (13/2/2024).

Pemilu 2024

Lantas bagaimana dengan hak angket yang diwacanakan untuk mengusut dan mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024?

Pengajar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) Allan FG Wardhana menekankan, hak angket pada dasarnya merupakan salah satu hak DPR yang dijamin konstitusi dan UU MD3. Hak itu untuk menyelidiki suatu kebijakan yang penting, strategis, dan berdampak luas yang bertentangan dengan undang-undang. ”Yang perlu digarisbawahi adalah adanya dugaan bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan undang-undang,” ujarnya.

Dalam kaitannya dengan dugaan kecurangan pemilu, Allan mempertanyakan dalam konteks apa hak angket itu digunakan. ”Kalau untuk membatalkan hasil pemilu, itu bukan ranahnya,” ujar Allan.

Selain itu, dugaan kecurangan yang akan diselidiki juga harus jelas. Apabila yang dipermasalahkan pembagian bantuan sosial atau bantuan langsung tunai oleh pemerintah, maka yang perlu diselidiki adalah tentang bertentangan atau tidaknya hal itu dengan undang-undang atau aturan lain. ”Kalau ada, hak angket bisa diajukan, tapi harus ada dugaan dulu,” ujarnya.

Warga penerima manfaat bantuan pangan menanti kedatangan Presiden Joko Widodo yang akan menyerahkan bantuan tersebut di Gudang Bulog Meger, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (31/1/2024). Bantuan berupa beras sebanyak 10 kg itu akan diberikan setiap bulan, mulai dari Januari hingga Juni.

 

Warga penerima manfaat bantuan pangan menanti kedatangan Presiden Joko Widodo yang akan menyerahkan bantuan tersebut di Gudang Bulog Meger, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (31/1/2024). Bantuan berupa beras sebanyak 10 kg itu akan diberikan setiap bulan, mulai dari Januari hingga Juni.

Pengajar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Fajrulrahman Jurdi, juga mengingatkan pentingnya pokok permasalahan yang hendak diselidiki dengan penggunaan hak angket.

Menurut dia, ada empat fungsi angket, yaitu menyelidiki pelaksanaan undang-undang/kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundangan, dan menyelidiki pejabat negara/pemerintahan/badan hukum atau warga yang tidak memenuhi panggilan DPR.

Angket juga berfungsi untuk menyelidiki pejabat negara/pemerintahan yang mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR terkait kepentingan bangsa. Terakhir, angket juga untuk menyelidiki pejabat yang tidak melaksanakan kewajiban, keputusan, atau kesimpulan rapat kerja komisi DPR dengan pemerintah.

”Secara pribadi, saya setuju dan menghargai DPR menggunakan haknya, tetapi perhatikan baik-baik alasan-alasannya. Sebab, karena alasan politis dan menjadi panggung teater politik, angket selalu berakhir tidak jelas,” ungkapnya.

Apalagi, tambahnya, ada syarat yang harus dipenuhi jika DPR menggunakan haknya, baik interpelasi, angket, maupun menyatakan pendapat dan mengajukan pertanyaan. Syarat itu adalah pejabat atau pejabat pemerintahan tidak memenuhi panggilan DPR untuk hadir di dalam rapat tanpa alasan yang sah.

Pertanyaannya, siapa pejabat negara atau pemerintahan yang dipanggil oleh DPR sebanyak tiga kali, tetapi tidak hadir. ”Tentu ini semua harus bisa dijelaskan. Itu baru syarat angket dilaksanakan,” katanya.

Ujung dari penggunaan hak angket dapat berupa usulan/rekomendasi kepada pemerintah/instansi tertentu, atau permintaan kepada presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat tertentu. Jika badan hukum atau individu warga negara yang dipersoalkan, DPR dapat meminta penegak hukum untuk memberikan sanksi kepada yang bersangkutan.

Pelantikan anggota DPR, MPR, dan DPD periode 2019-2024 dalam sidang paripurna di Gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Pelantikan anggota DPR, MPR, dan DPD periode 2019-2024 dalam sidang paripurna di Gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Apakah kemudian hak angket bisa berujung ke pemakzulan presiden? Jika hasil dari penyelidikan DPR menemukan dugaan kecurangan melibatkan presiden, terbuka bagi DPR untuk menyatakan pendapat bahwa presiden melanggar hukum atau perbuatan tercela.

Selanjutnya, DPR menyampaikan keputusan tentang hak menyatakan pendapat kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan putusan. Jika MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti, DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR.

Dengan kata lain, prosesnya panjang, dan di setiap tahapan, syarat yang harus dipenuhi tidak mudah. Ambil contoh, hak menyatakan pendapat harus memperoleh persetujuan dari Rapat Paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota DPR, dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir.

Selain itu, menurut pakar hukum Abdul Fickar Hadjar, pemakzulan bisa terjadi dalam sebuah proses politik, tetapi tetap harus ada kualifikasi perbuatan presiden di ranah pidana atau perbuatan tercela. Pasalnya, alasan pemakzulan itu bersifat spesifik, yang dikualifikasi sebagai pelanggaran konstitusi atau undang-undang dasar, tetapi bukan karena kebijakannya

PT. KORAN SINAR PAGI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top