Etika Dalam Reportase Investigasi

0

Oleh : HAIRUZAMAN.

(Penulis Buku dan Praktisi Pers)

Sekitar tahun 1998-an, ketika penulis tengah melakukan tugas reportase di gedung DPR-RI, untuk sebuah tabloid terbitan Jakarta, secara tiba-tiba dua orang laki-laki sempat menghentikan langkah kaki saya. Dua orang laki-laki itu sangat mudah saya kenali dari cara berpakaiannya. Pasalnya, kedua orang itu mengenakan rompi dengan motif yang sama. Kala itu mayoritas wartawan memang mempunyai ciri khas, salah satunya dengan memakai rompi.

Boleh jadi, kedua wartawan itu mengira bahwa saya adalah salah seorang anggota legislatif. Sehingga tanpa basa-basi lagi kedua wartawan itu langsung mengeluarkan tape recorder untuk mewawancarai saya. Karuan saja, saya pun sempat mengulum senyum.

Saat itu saya katakan bahwa saya juga sama berprofesi sebagai wartawan dan bukan anggota legislatif seperti yang mereka duga. Mungkin mereka melihat penampilan dan pakaian saya yang mengenakan kemeja lengan panjang dan berdasi. Sehingga mereka menduga saya adalah seorang anggota legislatif.

Kala itu, saya baru saja usai mewawancarai salah satu tokoh elite politik ternama yang juga Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra. Sebagai Managing Editor, saat itu saya tengah menyiapkan laporan utama untuk media cetak tempat saya bekerja. Adapun topik laporan utama yang saya angkat yakni, kekejaman Australia yang membantai Suku Aborigin. Sehingga banyak korban mengalami luka parah dan meregang nyawa.

Namun, usai melakukan wawancara dan akan kembali lagi ke kantor redaksi, secara tiba-tiba saya dicegat oleh dua orang wartawan. Peristiwa di gedung DPR-RI tersebut mengingatkan saya terhadap reportase investigasi (Investigative Reporting).

Dimana penampilan seorang wartawan harus bisa disesuaikan dengan kondisi saat melakukan tugas reportase. Saat wartawan tengah melakukan reportase investigasi, tentu saja harus bisa merahasiakan identitasnya bahwa ia seorang wartawan. Tujuannya ialah agar nara sumber tidak merasa curiga dan mau memberikan informasi yang kita inginkan.

Akan tetapi, apabila penampilan berpakaian wartawan dengan memakai rompi dan bertuliskan Pers serta ID Card Pers yang dikalungkan di leher, tentu saja nara sumber yang ditemui pun akan menghindar dan tak mau memberikan informasi apapun. Akibatnya, reportase investigasi yang tengah dilakukan wartawan pun akhirnya gagal.

Dalam melaksanakan tugas jurnalisme, seorang wartawan terkadang harus menggunakan etika cara berpakaian. Apabla seorang wartawan tidak sedang melakukan reportase investigasi dan harus menemui para pejabat di salah satu dinas/instansi pemerintah maupun BUMN, maka wartawan pun harus berpakaian yang rapih dan sopan. Sehingga nara sumber yang ditemui akan merasa dihargai.  **

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *