Tahun 1821, pada saat Syekh Nawawi berusia 8 tahun, beliau memulai pengembaraan intelektualnya bersama dua adiknya, Tamim dan Said. Pengembaraan tersebut tak lain merupakan perintah Ayahnya untuk nyantri kepada K.H. Sahal yang merupakan ulama terkenal di Banten pada masanya. Setelah dirasa cukup belajar kepada K.H. Sahal, Nawawi kecil kemudian pergi ke Surakarta untuk nyantri kepada K.H. Yusuf. Beliau juga belajar di Cikampek, Jawa Barat untuk nyantri di Pesantren yang terkenal dengan pengembangan ilmu bahasa Arab.
Pada usia 13 tahun, beliau kembali ke Banten dan membantu ayahnya mengembangkan pesantren. Namun, tak lama beliau menetap, ayahnya meninggal dunia dan Syekh Nawawi menjadi tumpuan di Pesantren. Ketika berusia 15 tahun bertepatan dengan terjadinya peperangan di Jawa tahun 1830 M, yang membuat kehidupan sosial politik tidak kondusif beliau menunaikan ibadah haji. Beliau menetap di Kota Makkah, untuk menimba ilmu selama 3 tahun.
Pengembaraan keilmuan ini dilakukan setelah beliau mendalami ilmu di nusantara. Di antara para guru Syekh Nawawi adalah Sayyid Ahmad An-Nahrawi, Sayyid Ahmad Ad-Dimyati, dan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan di Makkah, serta Syekh Muhammad Khatib Al-Hanbali di Madinah.
Setelah 3 tahun di Makkah, Syekh Nawawi muda kembali ke Jawa. Karena kehausan ilmu pengetahuan beliau menimba ilmu kembali pada salah satu ulama di Karawang. Baru setelah itu beliau kembali ke kampung halamannya di Tanara, Serang, Banten, untuk melanjutkan perjuangan ayahnya di pesantren. Demi mengontrol pengaruhnya, pemerintah kolonial menawarkan jabatan Syekh Nawawi sebagai Penghulu di Tanara.
Kondisi sosial tersebut membuat beliau tidak nyaman dan di bawah bayang-bayang kolonial yang membelenggu kebebasan berpikirnya, maka beliau kembali ke Hijaz. Dari sinilah kiprah internasional Syekh Nawawi dimulai, beliau menuntut ilmu dari para ulama Haramain. Bahkan sampai ke Mesir dan Syam.
Syeikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi adalah salah satu tokoh intelektual muslim yang menjadi kebanggaan umat Islam Indonesia. Kebanggaan kepadanya tidaklah berlebihan. Karena eksistensinya telah memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia intelektual dan citra Islam Indonesia di mata dunia Islam.
Kepakaran beliau di berbagai disiplin ilmu keislaman diakui dunia Islam. Bahkan, para ulama Mesir menjulukinya “Sayyid Ulama Al-Hijaz” (Pemimpin para ulama Hijaz). Hal tersebut dapat kita buktikan dengan banyaknya karya ilmiah dari berbagai disiplin ilmu yang beliau tulis. Syekh Nawawi merupakan penganut madzhab Syafi’i (madzhab yang umumnya dianut oleh masyarakat nusantara) dan juga Tarikat Qadiriyah. (Red).