Oleh : HAIRUZAMAN.
(Penulis Buku dan Praktisi Pers)
Sudah cukup lama saya memang tidak naik perahu motor hanya sekadar untuk menikmati panorama pantai Karangantu yang indah dan mempesona di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten. Tak ayal, akibatnya banyak perubahan di kawasan pantai Karangantu yang luput dari pengamatan saya.
Siang itu, pada Kamis (18/4/2024), sekitar jam 13.00 WIB, saya bersama rombongan Dosen Politeknik Ahli Usaha Perikanan (AUP) Jakarta, bertolak dari dermaga dengan menaiki dua perahu motor milik Koperasi Karya Sinar Bahari Karangantu. Selain Dosen AUP Jakarta itu akan mengadakan riset, secara kebetulan Koperasi Karya Sinar Bahari, sebagai produsen kerang hijau, juga akan melakukan panen kerang hijau yang dibudidayakan di keramba.
Kendati terik cahaya matahari membakar kulit tubuh, nanun tak menyurutkan langlah kami untuk berlayar dengan perahu motor menuju bagan kerang hijau yang ada di pantai Karangantu. Deru perahu motor pun membelah ombak yang bergulung-gulung tak ada hentinya di pantai Karangantu.
Momen penting itupun tak saya lewatkan begitu saja untuk mengambil beberapa foto dengan kamera handphone. Namun, sejauh mata memandang rasa kurang nyaman menghinggapi perjalanan saya menuju ke bagan kerang hijau. Pasalnya, tak jauh dari perahu motor yang saya tumpangi, banyak tumpukan sampah liar berserakan di kawasan pantai Karangantu. Selain mengundang aroma tak sedap, tentu saja sampah yang berserakan itu menimbulkan pencemaran lingkungan perairan pantai.
Tiba-tiba deru suara mesin perahu motor yang kami tumpangi sempat berhenti. Ternyata tumpukan sampah itu tersangkut di baling-baling mesin perahu motor. Tak pelak, mesin perahu motor pun akhirnya mogok dan harus diperbaiki.
Perjalanan menuju bagan milik pembudidaya kerang hijau pun akhirnya dilanjutkan usai mesin perahu motor hidup kembali. Sebenarnya lokasi bagan kerang hijau tak begitu jauh sejak saya beranjak dari dermaga. Hanya dengan jarak tempuh kurang lebih 30 menit, kami pun sudah sampai di lokasi keramba kerang hijau.
Kerang hijau (Perna viridis) yang juga dikenal sebagai green mussels adalah binatang lunak yang hidup di laut, bercangkang dua dan berwarna hijau. Kerang hijau merupakan organisme yang termasuk kelas Pelecypoda. Golongan biota yang bertubuh lunak. Biasanya, kerang hijau berkembang biak di suatu tempat seperti, menempel di karang, bebatuan atau batang pohon dan yang lainnya.
Untuk membudidayakan kerang hijau, para pembudidaya terlebih dulu harus membuat bagan berupa keramba yang terbuat dari bambu dan diikat dengan tambang. Setelah itu, bambu tersebut ditancapkan di dasar laut. Baru setelah 6 bulan lamanya, maka kerang hijau itu sudah siap untuk dipanen oleh para pembudidaya.
Kerang hijau sangat cocok untuk dibudidayakan di perairan pantai Karangantu. Pasalnya, gulungan ombak yang ada di perairan pantai Karangantu tetbilang begitu kecil. Boleh jadi, penyebabnya adalah karena dikelilingi oleh beberapa pulau yang tak jauh lokasinya dari pantai Karangantu. Sebut saja seperti Pulau Burung, Pulau Panjang, Pulau Lima dan beberapa destinasi wisata pulau lainnya.
Pangsa pasar Usaha Kecil dan Mikro (UKM) budidaya kerang hijau ini dinilai begitu prospektif. Harga untuk kerang hijau mencapai Rp.15 ribu per kilogramnya. Sedangkan untuk kerang hijau yang sudah matang bisa menembus angka Rp 25 ribu per kilogramnya. Sejauh ini, produsen kerang hijau belum mampu untuk memenuhi permintaan pasar yang begitu tinggi. Hal ini lantaran terbentur oleh faktor modal yang lumayan besar guna membuat bagan kerang hijau.
Celakanya, kendati pangsa pasar kerang hijau begitu prospektif dan sangat menjanjikan, akan tetapi pihak pemerintah sampai saat ini belum memberikan perhatian yang serius guna mengembangkan UKM budidaya kerang hijau tersebut. Akibatnya, para pembudidaya kerang hijau di perairan pantai Karangantu sulit untuk berkembang.
Tak terasa hari pun sudah mulai senja. Dua perahu motor yang kami tumpangi mulai berputar arah menuju ke dermaga. Tentu saja, kami pulang dengan hasil panen kerang hijau yang cukup berlimpah. **